Kamis, 23 Februari 2017

Pembagian Kekuasaan Negara Secara Vertikal dan Horizontal

Pembagian Kekuasaan Negara Secara Vertikal dan Horizontal

A.    Pengantar
Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu pembagian & kekuasaan. Menurut KBBI pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan ( memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya ) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh negara untuk (memerintah,mewakili, mengurus,dsb) menjadi beberapa bagian (legislatif,eksekutif,yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang dalam satu pihak atau lembaga) tetapi tidak dipisahkan . Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinan ada koordinasi atau kerjasama (Kusnardi dan harmaily Ibrahim,1988)
Undang-Undang Dasar merupakan registrasi (pencatatan) pembagian kekuasaan di dalam suatu negara. Dalam Bab ini soal pembagian kekuasaan itu akan dibahas lebih jauh. Secara visual nampaklah bahwa kekuasaan itu akan dibahas lebih jauh. Secara Visual nampaklah bahwa kekuasaan itu dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Secara Vertikal, yaitu pembagian menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J.Friedrich memakai istilah pembagian kekuasaan secara territorial (territorial division of power ). Pembagian kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal serta konfederasi.
2.      Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dan pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi fungsi pemerintahan yang bersifat legislative, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai trias politika atau pembagian kekuasaaan (division of powers)

B.     Persatuan Konfederasi, Negara Kesatuan dan Negara Federal
Pembagian kekuasaan menurut tingkat dapat dinamakan pembagian kekuasaan secara vertical, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan atau dapat juga dinamakan pembagian kekuasaan secara territorial, misalnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam suatu negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara-bagian dalam suatu negara federal. Pembagian kekuasaan semacam ini terutama banyak menyangkut persoalan federalisme. Integrasi dari golongan – golongan yang ada berada dalam suatu wilayah dapat diselenggarakan secara minimal (yaitu dalam suatu negara kesatuan). Didalam teori kenegaraan persoalan tersebut menyangkut persoalan mengenai bentuk negara, dan persoalan negara bersusun yaitu khususnya mengenai federasi dan konfederasi.

Konfederasi
Menurut L. Oppenheim suatu “konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara – negara itu”. Kekuasaan alat bersama itu sangat terbatas dan hanya mencakup persoalan – persoalan yang telah ditentukan. Negara – negara yang tergabung dalam konfederasi itu tetap merdeka dan berdaulat, sehingga konfederasi itu sendiri pada hakekatnya bukanlah merupakan negara, baik ditinjau dari sudut ilmu politik maupun dari sudut hukum internasional. Negara – negara peserta dalam suatu konfederasi tidak menghilangkan atau mengurangi kedaulatannya dan bersifat sukarela, dan konfederasi pada umumnya dibentuk untuk maksud – maksud tertentu, misalnya dibidang politik luar negeri dan pertahanan bersama. Keputusan – keputusan dari perlengkapan bersama itu hanya mengikat pemerintah dari negara anggota konfederasi dan secara tidak langsung mengikat pula penduduk wilayah masing – masing anggota konfederasi dan perlu adanya keputusan yang dituangkan dalam suatu peraturab perundang – undangan nasional dari negara peserta konfederasi.

Negara Kesatuan
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislative nasional/ pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang dalam menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi ( negara kesatuan dengan system desentralisasi ), tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap ditangan pemerintah pusat. Jadi kedaulatannya, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar, sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Menurut C.F. Strong ada dua cirri mutlak yang melekat pada negara kesatuan yaitu : (1) adanya supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat dan (2) tidak adanya badan – badan lainnya yang berdaulat.

Negara Federal
Menurut C.F. Strong salah satu ciri negara federal ialah bahwa ia mencoba menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya dan kedaulatan negara-bagian. Penyelenggaraan kedaulatan ke luar dari negara – negara bagian diserahkan sama sekali kepada pemerintah federal, sedangkan kedaulatan ke dalam dibatasi. Segala persoalan yang menyangkut negara dalam keseluruhannya diserahkan kepada kekuasaan federal, dalam hal – hal tertentu misalnya mengadakan perjanjan internasional atau mencetak uang, pemerintah federal bebas dari negara – bagian dan dalam bidang itu pemerintah federal mempunyai kekuasaan yang tertinggi.

C.     Beberapa Contoh Integrasi dalam Sejarah
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Untuk terciptanya  integrasi nasional, perlu adanya suatu jiwa asas spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk dari persamaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah dibuat dan bersedia dibuat lagi pada masa depan (Ernest Renan, 1825-1892). Integrasi bangsa adalah landasan bagi tegaknya sebuah negara modern.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti dua macam, yaitu :
1.        Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
2.        Secara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Berikut beberapa contoh integrasi dalam sejarah :
1.        Amerika.
Dalam abad ke-18 ada 13 negara yang berdaulat, kemudian bersekutu dalam perang melawan Inggris , dan dalam tahun 1781-1789 mengadakan konfederasi mulai tahun 1789 merupakan negara federal.
2.        Jerman
Sebelum masa Napoleon ada lebih dari 100 negara Jerman berdaulat yang dulu merupakan Negara Romawi Suci (Imperium Romawi Suci). Napoleon mengurangi jumlah negara menjadi 39. Sikap diktatorialnya menyebabkan timbuknya perasaan nasionalisme. Sesudah Napoleon jatuh, 39 negara ini mengadakan konfederasi pada tahun 1815 dan kemudian pada tahun 1867 menjadi negara federal. Republik Jerman dengan Undang-Undang Dasar Weimar (1919) bersifat federal, tetapi kekuasaan pemerintah pusat sangat besar sedangkan kekuasaan negara bagian sangat dibatasi. Pada tahun 1949, jerman dibagi menjadi dua negara terpisah, yaitu jerman barat dan jerman timur. Hitler kemudian meniadakan bentuk federal dan praktis menjadikan Jerman negara kesatuan. Negara Jerman secara resmi dipersatukan kembali pada tanggal 3 oktober 1990 ketika enam negara bagian jerman timur ; Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt, Thuringen, dan Berlin bersatu secara resmi bergabung dengan Republik Federal Jerman (Jerman Barat).
3.        Belanda
Pada tahun 1579 mulai dengan konfederasi yang lemah, yaitu United Provinces of the Netherlands, yang terdiri dari tujuh provinsi dan akhirnya menjadi negara kesatuan.

D.    Beberapa Macam Negara Federal
Pada negara federasi , negara terdiri dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri, kemudian negara – negara itu menggabungkan diri menjadi satu negara dengan mengadakan ikatan kerja sama diantara negara – negara tersebut demi kepentingan bersama. Ada dua sudut pandang mengenai negara , yaitu:
a.         Negara dipandang sebagai suatu keseluruhan sebagai suatu bangunan negara yang disebut sebagai sudut pandang sosiologis.
b.        Negara dipandang dari sudut strukturnya atau isinya , ini yang disebut sudut pandang yudiris. Menurut C.F. Strong , tidak ada dua negara yang sama, juga mempunyai perbedaan –perbedaan yang terdapat dalam dua hal, yaitu :
1.        Cara bagaimana suatu kekuasaan itu dibagi antara pemerintah federal dan pemerintah negara – negara bagian.
2.        Badan mana saja yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara pemerintah federal dan pemerintah negara –negara bagian. Federasi pada umumnya dibentuk berdasarkan suatu hukum (fundamental law ) atau konstitusi.Berdasarkan itu, maka lahirlah bermacam – macam negara serikat / federal, diantara lain ialah:
-            Negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal,dan kekuasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian.
-            Contoh negara yang semacam itu adalah : Amerika Serikat, Australia, Republik Indonesia Serikat (1949).
-            Negara Serikat yang konstitusinya merinci atau persatu kekuasaan pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh negara yang berbentuk seperti itu adalah : Kanada dan India.
-            Negara serikat yang memberikan wewenang kepada mahkamah agung federal dalam menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh negara yang seperti itu adalah : Amerika Serikat dan Australia.

E.     Perkembangan Konsep Trias Politica Pemisahan Kekuasaan Menjadi Pembagian Kekuasan
Pembagian kekuasaan secara horizontal, seperti di muka sudah disinggung, adalah pembagian kekuasaan menurut fungsinya dan ini ada hubungannya dengan doktrin trias politica. Trias politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan : Pertama, kekuasaan legislative atau kekuasaan membuat undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rulemaking function); kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application function); ketiga  kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang (rule adjudication function). Trias politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan atau (functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara lebih terjamin.
            Doktrin ini untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of powers). Filsuf Inggris John Locke mengemukakan konsep ini dalam bukunya yeng berjudul Two treatises on civil Government (1690) yang ditulisnya sebagai kritik atas kekuasaan absolut dari raja raja stuart serta utuk membenarkan revolusi gemilang tahun 1688 yang telah dimenangkan oleh parlemen inggris. Menurut Locke kekuasaan negara dibagi dalam tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan fedaratif yang masing masing terpisah pisah satu sama lain. Kekuasaan legislatif ialah kekuasaan membuat peraturan dan undang undang. Kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan melaksanakan undang undang dan didalamnya termasuk kekuasaan mengadili (Locke memandang mengadili itu sebagai uitvoering yaitu dipandangnya sebagai termasuk pelaksaan undang-undang), dan kekuasaan federatif ialah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya (dewasa ini disebut hubungan luar negeri).
            Akan tetapi sekalipun ketiga kekuasaan sudah dipisah satu sama lain sesempurna mungkin, namun para penyusun Undang-Undang Dasar menganggap perlu untuk menjamin bahwa masing masing kekuasaan tidak akan melampaui batas kekuasaannya. Maka dari itu dicoba untuk membendung kecenderungan ini dengan mengadakan suatu sistim “checks and balances (pengawasan dan keseimbanagan) dimana setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya.

Trias Politica di Indonesia
            Undang-undang dasar indonesia tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin trias politika dianut, tetapi oleh karena Undang-undang dasar dlami jiwa dari dapat menyelami dari demokrasi konstitusionil maka dapat disimpulkan bahwa indonesia menganut Trias Politica dalam pembagian kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian Bab dalam undang-undang 1945. Misalnya dalam Bab III tentang kekuasaan pemerintahan Negara, bab VII tentang dewan perwakilan rakyat dan bab IX tentang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan Dewan perwakilan rakyat. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh menteri-menteri, sedangkan kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan lain lai badan kehakiman.

            Karena kaburnya gagasan trias poltika dewasa ini, maka ada usaha untuk mencari isilah baru yang lebih mendekati kenyataan. Salah satu usaha ke arah ini adalah dapat kita saksikan dalam analisa Gabriel A.Almond, seorang sarjana yang terkenal sebagai penganut “pendekatan tingkah-laku” sarjana ini lebih suka memakai istilah rule-making funcion daripada istilah fungsi legislatif untuk menghindarkan pengertian seolah-olah ketentuan-keenuan dan perundang-perundangan yang akhirnya mengikat masyarakat politik hanya ditenukan dalam badan legislatif. Istilah rule making mencakup juga kegiatan membuat ketentuan-ketentuan dan perundang-undangan yang akhirnya mengikat masyarakat politik hanya ditentukan dalam badan legislatif. Istilah rule-making  mencakup juga kegiatan membuat ketentuan – ketentuan yang mengikat yang diselenggarakan dalam badan eksekutif dan panitia – panitia kecil, dewan – dewan ataupun rapat – rapat diluar lingkungan badan legislatif. Dalam analisa ini istilah rule-aplication function mengganti istilah fungsi eksekutif, sedangkan istilah rule-adjudication fuction mengganti istilah fungsi yudikatif.

1 komentar:

  1. Caesars Casino & Hotel - Mapyro
    Find Casinos 수원 출장마사지 and Hotels near Caesars Casino & 남양주 출장샵 Hotel in Laughlin 경기도 출장마사지 Nevada 89502 and other nearby 파주 출장마사지 Nevada 전라북도 출장마사지 Casinos. MapYO.com.

    BalasHapus