Kamis, 23 Februari 2017

Homoseksual sebagai Perilaku Menyimpang dalam Lingkungan Sosial

Homoseksual sebagai Perilaku Menyimpang dalam Lingkungan Sosial

Homoseksual menurut Wikipedia Bahasa Indonesia adalah rasa ketertarikan romantis dan atau perilaku antar individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti Homoseksualitas adalah suatu kecenderungan yang terdapat dalam diri seseorang dimana dia merasa merasa tertarik secara seksual dengan kaum sejenisnya (pria dengan pria, wanita dengan wanita).
Ada 2 kelompok berbeda dalam menyikapi Seksualitas, yakni, kelompok esensialism dan kelompok social constructionism. Kelompok esensial meyakini bahwa jenis kelamin, orientasi seksual, dan identitas seksual merupakan hal yang natural dan terberi sehingga tidak berubah. Pada pandangan yang kedua, yakni social contructionism, seks, gender, dan orientasi seksual tercipta dari adanya kontruksi sosial. Sebagai sebuah konstruksi sosial, seksualitas bersifat cair, dan merupakan suatu kontinum sehingga jenis kelamin tidak hanya terdiri dari laki-laki dan perempuan namun juga intersex dan transgender/transeksual, orientasi seksual tidak hanya heteroseksual namun juga homoseksual dan biseksual.
Ada beberapa faktor yang membuat pribadi menjadi seorang homoseksual yaitu:
Penyebab homoseksual menurut para ahli dapat dijelaskan dengan berbagai pandangan. Penyebab homoseksual bisa karena pengaruh biologis, sosiologis, psikologis maupun interaksi dari biologis dan sosiologis. Orientasi seksual orang lebih banyak ditentukan oleh kombinasi antara faktor genetik, hormonal, kognitif, dan lingkungan (McWhirter, Reinisch & Sanders, 1989; Money, 1987; Savin – Williams & Rodriguez, 1993; Whitman, Diamond & Martin, 1993, dalam Santrock, 2002)
Pendapat lain juga muncul dari sebagian besar ahli tentang homoseksualitas, bahwa mereka percaya bahwa tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan homoseksualitas dan bobot masing-masing faktor berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lain. Akibatnya, tidak ada satu orangpun yang mengetahui secara pasti penyebab seseorang menjadi seorang homoseksual (Santrock, 2002)
Selain itu teori behavioral menganggap bahwa, perilaku homoseksual adalah perilaku yang dipelajari, diakibatkan perilaku homoseksual yang mendatangkan hadiah atau penguat yang menyenangkan atau pemberian hukuman atau penguat negatif terhadap perilaku heteroseksual. Sebagai contoh, seseorang bisa saja memiliki hubungan dengan sesama jenis menyenangkan, dan berpasangan dengan lawan jenis adalah hal yang menakutkan, dalam fantasinya, orang tersebut bisa saja berfokus pada hubungan sesama jenis, menguatkan kesenangannya dengan masturbasi. Bahkan pada masa dewasa, beberapa pria dan wanita bergerak menuju perilaku dan hubungan sesama jenis jika mereka mengalami hubungan heteroseksual yang buruk dan hubungan homoseksual yang menyenangkan (Masters & Johnson, 1979, dalam Carroll, 2005).
Adapun tahapan pembentukan perilaku homoseksual yang dikemukakan oleh Vivienne Cass yang merupakan seorang psikolog dari Australia yang bekerja sebagai clinical tutor di Department of Psychology University of Western Australia dan Consultant Psychologist di Homosexual Counseling Service of Western Australia yang menyebutkan dalam jurnalnya (Cass, V. (1979). Homosexual identity formation: A theoretical model. Journal of Homosexuality, 4 (3), 219-235.) yaitu yang dikenal dengan Cass Identity Model :
Identity Confusion : Individu mulai percaya bahwa perilakunya bisa didefinisikan sebagai gay atau lesbian. Mungkin saja timbul keinginan untuk mendefinisikan kembali konsep orang tersebut terhadap perilaku gay dan lesbian, dengan segala bias dan informasi salah yang dimiliki sebagian besar orang. Orang tersebut bisa menerim peran tersebut dan mencari informasi, menekan dan menghalangi semua perilaku gay dan lesbian, atau menyangkal kemiripan dengan semua identitasnya (seperti pria yang memiliki hubungan sesama jenis di penjara namun tidak percaya bahwa dia adalah gay ”yang sebenarnya”).

Identity Comparison : Individu menerima potensi identitas dirinya gay; menolak model heteroseksual tetapi tidak menemukan penggantinya. Orang tersebut mungkin merasa berbeda dan bahkan kehilangan. Orang yang berada dalam tahapan ini masih menyangkal homoseksualitasnya. Ia berpura-pura sebagai seorang heteroseksual.
Identity Tolerance : Pada tahap ini, individu mulai berpindah pada keyakinan bahwa dirinya mungkin gay atau lesbian dan mulai mencari komunitas homoseksual sebagai kebutuhan sosial, seksual dan emosional. Kebingungan menurun, tapi identitas diri masih pada tahap toleransi, bukan sepenuhnya diterima. Biasanya, individu masih tidak membeberkan identitas barunya pada dunia heteroseksual dan tetap menjalankan gaya hidup ganda.
Identity Acceptance : Pandangan positif tentang identitas diri mulai dibentuk, hubungan dan jaringan gay dan lesbian mulai berkembang. Pembukaan jati diri selektif kepada teman dan keluarga mulai dibuat, dan individu sering membenamkan dirinya sendiri dalam budaya homoseksual.
Identity Pride : Kebanggaan sebagai homoseksual mulai dikembangkan, dan kemarahan terhadap pengobatan bisa mengakibatkan penolakan heteroseksual karena dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Individu merasa cukup bernilai dan cocok dengan gaya hidupnya.
Identity Synthesis : Ketika individu benar-benar merasa nyaman dengan gaya hidupnya dan ketika kontak dengan orang nonhomoseksual meningkat, seseorang menyadari ketidakbenaran dalam membagi dunia mengkotak-kotakkan dunia dalam ”gay dan lesbian yang baik” dan ”heteroseksual yang buruk.” Individu menjalani gaya hidup gay yang terbuka sehingga pengungkapan jati diri tidak lagi sebuah isu dan menyadari bahwa ada banyak sisi dan aspek kepribadian yang mana orientasi seksual hanya salah satu aspek tersebut. Proses pembentukan identitas telah selesai.
Tidak ada studi ilmiah yang mampu menyimpulkan apakah upaya mengubah orientasi seksual berhasil mengubah orientasi seksual seseorang. Upaya-upaya tersebut menjadi pertentangan antara nilai-nilai yang dipegang oleh beberapa organisasi berbasis agama, di satu sisi, dan yang dimiliki oleh organisasi hak asasi lesbian, gay, dan biseksual dan Lembaga profesional dan ilmiah, di sisi lain. Konsensus lama dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu sosial dan pakar kesehatan dan kejiwaan adalah bahwa homoseksualitas merupakan variasi normal dan positif dari orientasi seksual manusia. Asosiasi Psikologi Amerika mengatakan bahwa "kebanyakan orang merasakan sedikit atau tidak sama sekali pilihan tentang orientasi seksual mereka".
Beberapa individu dan kelompok telah mengangkat ide homoseksualitas sebagai gejala cacat perkembangan atau kegagalan moral dan spiritual, dan berpendapat bahwa upaya mengubah orientasi seksual, termasuk upaya psikoterapi dan agama, dapat mengubah perasaan dan perilaku homoseksual. Banyak individu dan kelompok ini yang dimasukkan dalam konteks gerakan-gerakan politik keagamaan konservatif yang lebih besar yang telah mendukung stigmatisasi homoseksualitas atas alasan politik atau agama.
Tidak ada lembaga kesehatan mental profesional yang menjatuhkan sanksi atas upaya pengubahan orientasi seksual dan hampir semua lembaga tersebut telah menerapkan pernyataan kebijakan yang memperingatkan para pakar dan masyarakat tentang pengobatan yang dimaksudkan untuk mengubah orientasi seksual. Lembaga-lembaga ini termasuk American Psychiatric Association, American Psychological Association, American Counseling Association, National Association of Social Workers di Amerika Serikat, the Royal College of Psychiatrists, dan Australian Psychological Society. American Psychological Association dan the Royal College of Psychiatrists menyatakan kekhawatiran terhadap pandangan NARTH yang tidak didukung oleh ilmu pengetahuan dan menciptakan suatu lingkungan di mana prasangka dan diskriminasi dapat berkembang.
American Psychological Association "mendorong para ahli kejiwaan agar menghindari penyalahan arti keberhasilan dalam upaya pengubahan orientasi seksual dengan mempromosikan atau menjanjikan perubahan orientasi seksual melalui pemberian bantuan kepada individu-individu yang tertekan dengan orientasi seksualnya sendiri atau orang lain, dan menyimpulkan bahwa manfaat yang dilaporkan peserta upaya pengubahan orientasi seksual dapat diperoleh melalui pendekatan tanpa usaha untuk mengubah orientasi seksualnya tersebut".
Lalu untuk apa kita mengkotak-kotakan seseorang karena orientasi seksual dan identitas gender. Mereka berhak mendapatkan pengakuan oleh negara, kehidupan yang aman, serta hak-hak dasar manusia lainnya. Mari kurangi beban mereka dengan tidak melakukan diskriminasi, intoleransi, dan tindakan bullying kepada kaum homoseksual dalam lingkungan sosial. Karena tak ada manusia yang pantas disakiti dengan alasan apapun, termasuk orientasi seksual, ataupun identitas gender. Selalu ada perbedaan di antara kita, namun dalam perbedaan itu, tetap ada kesetaraan. 

Sumber
Judul
Life-span Development
Pengarang
Edisi
8, berilustrasi
Penerbit
McGraw-Hill, 2002
ISBN
0072414340, 9780072414349
Tebal
621 halaman

Hasil terjemahan menggunakan aplikasi Google Terjemahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar