Homoseksual sebagai
Perilaku Menyimpang dalam Lingkungan Sosial
Homoseksual
menurut Wikipedia
Bahasa Indonesia adalah rasa ketertarikan romantis dan atau
perilaku antar individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sedangkan
menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, arti Homoseksualitas adalah suatu
kecenderungan yang terdapat dalam diri seseorang dimana dia merasa merasa
tertarik secara seksual dengan kaum sejenisnya (pria dengan pria, wanita dengan
wanita).
Ada
2 kelompok berbeda dalam menyikapi Seksualitas, yakni, kelompok esensialism dan
kelompok social constructionism. Kelompok esensial meyakini bahwa jenis
kelamin, orientasi seksual, dan identitas seksual merupakan hal yang natural
dan terberi sehingga tidak berubah. Pada pandangan yang kedua, yakni social
contructionism, seks, gender, dan orientasi seksual tercipta dari adanya
kontruksi sosial. Sebagai sebuah konstruksi sosial, seksualitas bersifat cair,
dan merupakan suatu kontinum sehingga jenis kelamin tidak hanya terdiri dari
laki-laki dan perempuan namun juga intersex dan transgender/transeksual,
orientasi seksual tidak hanya heteroseksual namun juga homoseksual dan
biseksual.
Ada
beberapa faktor yang membuat pribadi menjadi seorang homoseksual yaitu:
Penyebab homoseksual menurut para ahli dapat dijelaskan dengan berbagai pandangan. Penyebab homoseksual bisa karena pengaruh biologis, sosiologis, psikologis maupun interaksi dari biologis dan sosiologis. Orientasi seksual orang lebih banyak ditentukan oleh kombinasi antara faktor genetik, hormonal, kognitif, dan lingkungan (McWhirter, Reinisch & Sanders, 1989; Money, 1987; Savin – Williams & Rodriguez, 1993; Whitman, Diamond & Martin, 1993, dalam Santrock, 2002)
Penyebab homoseksual menurut para ahli dapat dijelaskan dengan berbagai pandangan. Penyebab homoseksual bisa karena pengaruh biologis, sosiologis, psikologis maupun interaksi dari biologis dan sosiologis. Orientasi seksual orang lebih banyak ditentukan oleh kombinasi antara faktor genetik, hormonal, kognitif, dan lingkungan (McWhirter, Reinisch & Sanders, 1989; Money, 1987; Savin – Williams & Rodriguez, 1993; Whitman, Diamond & Martin, 1993, dalam Santrock, 2002)
Pendapat
lain juga muncul dari sebagian besar ahli tentang homoseksualitas, bahwa mereka
percaya bahwa tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan homoseksualitas dan
bobot masing-masing faktor berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lain.
Akibatnya, tidak ada satu orangpun yang mengetahui secara pasti penyebab
seseorang menjadi seorang homoseksual (Santrock, 2002)
Selain
itu teori behavioral menganggap bahwa, perilaku homoseksual adalah perilaku
yang dipelajari, diakibatkan perilaku homoseksual yang mendatangkan hadiah atau
penguat yang menyenangkan atau pemberian hukuman atau penguat negatif terhadap
perilaku heteroseksual. Sebagai contoh, seseorang bisa saja memiliki hubungan
dengan sesama jenis menyenangkan, dan berpasangan dengan lawan jenis adalah hal
yang menakutkan, dalam fantasinya, orang tersebut bisa saja berfokus pada
hubungan sesama jenis, menguatkan kesenangannya dengan masturbasi. Bahkan pada
masa dewasa, beberapa pria dan wanita bergerak menuju perilaku dan hubungan
sesama jenis jika mereka mengalami hubungan heteroseksual yang buruk dan
hubungan homoseksual yang menyenangkan (Masters & Johnson, 1979, dalam
Carroll, 2005).
Adapun
tahapan pembentukan perilaku homoseksual yang dikemukakan oleh Vivienne Cass
yang merupakan seorang psikolog dari Australia yang bekerja sebagai clinical
tutor di Department of Psychology University of Western
Australia dan Consultant Psychologist di Homosexual
Counseling Service of Western Australia yang menyebutkan dalam
jurnalnya (Cass, V. (1979). Homosexual identity formation: A theoretical
model. Journal of Homosexuality, 4 (3), 219-235.) yaitu yang dikenal
dengan Cass Identity Model :
Identity
Confusion : Individu mulai percaya bahwa perilakunya bisa didefinisikan sebagai
gay atau lesbian. Mungkin saja timbul keinginan untuk mendefinisikan kembali
konsep orang tersebut terhadap perilaku gay dan lesbian, dengan segala bias dan
informasi salah yang dimiliki sebagian besar orang. Orang tersebut bisa menerim
peran tersebut dan mencari informasi, menekan dan menghalangi semua perilaku gay
dan lesbian, atau menyangkal kemiripan dengan semua identitasnya (seperti pria
yang memiliki hubungan sesama jenis di penjara namun tidak percaya bahwa dia
adalah gay ”yang sebenarnya”).
Identity
Comparison : Individu menerima potensi identitas dirinya gay; menolak model
heteroseksual tetapi tidak menemukan penggantinya. Orang tersebut mungkin
merasa berbeda dan bahkan kehilangan. Orang yang berada dalam tahapan ini masih
menyangkal homoseksualitasnya. Ia berpura-pura sebagai seorang heteroseksual.
Identity
Tolerance : Pada tahap ini, individu mulai berpindah pada keyakinan bahwa
dirinya mungkin gay atau lesbian dan mulai mencari komunitas homoseksual
sebagai kebutuhan sosial, seksual dan emosional. Kebingungan menurun, tapi
identitas diri masih pada tahap toleransi, bukan sepenuhnya diterima. Biasanya,
individu masih tidak membeberkan identitas barunya pada dunia heteroseksual dan
tetap menjalankan gaya hidup ganda.
Identity
Acceptance : Pandangan positif tentang identitas diri mulai dibentuk, hubungan
dan jaringan gay dan lesbian mulai berkembang. Pembukaan jati diri selektif
kepada teman dan keluarga mulai dibuat, dan individu sering membenamkan dirinya
sendiri dalam budaya homoseksual.
Identity
Pride : Kebanggaan sebagai homoseksual mulai dikembangkan, dan kemarahan
terhadap pengobatan bisa mengakibatkan penolakan heteroseksual karena dianggap
sebagai sesuatu yang buruk. Individu merasa cukup bernilai dan cocok dengan
gaya hidupnya.
Identity
Synthesis : Ketika individu benar-benar merasa nyaman dengan gaya hidupnya dan
ketika kontak dengan orang nonhomoseksual meningkat, seseorang menyadari
ketidakbenaran dalam membagi dunia mengkotak-kotakkan dunia dalam ”gay dan
lesbian yang baik” dan ”heteroseksual yang buruk.” Individu menjalani gaya
hidup gay yang terbuka sehingga pengungkapan jati diri tidak lagi sebuah isu
dan menyadari bahwa ada banyak sisi dan aspek kepribadian yang mana orientasi
seksual hanya salah satu aspek tersebut. Proses pembentukan identitas telah
selesai.
Tidak ada studi ilmiah yang mampu
menyimpulkan apakah upaya mengubah orientasi seksual berhasil mengubah
orientasi seksual seseorang. Upaya-upaya tersebut menjadi pertentangan antara
nilai-nilai yang dipegang oleh beberapa organisasi berbasis agama, di satu
sisi, dan yang dimiliki oleh organisasi hak asasi lesbian, gay, dan biseksual
dan Lembaga profesional dan ilmiah, di sisi lain. Konsensus lama dari ilmu-ilmu
perilaku dan ilmu sosial dan pakar kesehatan dan kejiwaan adalah bahwa
homoseksualitas merupakan variasi normal dan positif dari orientasi seksual
manusia. Asosiasi Psikologi Amerika mengatakan bahwa "kebanyakan
orang merasakan sedikit atau tidak sama sekali pilihan tentang orientasi
seksual mereka".
Beberapa individu dan kelompok telah
mengangkat ide homoseksualitas sebagai gejala cacat perkembangan atau kegagalan
moral dan spiritual, dan berpendapat bahwa upaya mengubah orientasi seksual,
termasuk upaya psikoterapi dan agama, dapat mengubah perasaan dan perilaku
homoseksual. Banyak individu dan kelompok ini yang dimasukkan dalam konteks
gerakan-gerakan politik keagamaan konservatif yang lebih besar yang telah
mendukung stigmatisasi homoseksualitas atas alasan politik atau agama.
Tidak ada lembaga kesehatan mental
profesional yang menjatuhkan sanksi atas upaya pengubahan orientasi seksual dan
hampir semua lembaga tersebut telah menerapkan pernyataan kebijakan yang
memperingatkan para pakar dan masyarakat tentang pengobatan yang dimaksudkan
untuk mengubah orientasi seksual. Lembaga-lembaga ini termasuk American
Psychiatric Association, American Psychological Association, American
Counseling Association, National Association of Social Workers di Amerika
Serikat, the Royal College of Psychiatrists, dan Australian
Psychological Society. American
Psychological
Association dan the Royal College of Psychiatrists menyatakan kekhawatiran
terhadap pandangan NARTH yang tidak didukung
oleh ilmu pengetahuan dan menciptakan suatu lingkungan di mana prasangka dan
diskriminasi dapat berkembang.
American
Psychological Association "mendorong para ahli kejiwaan agar menghindari
penyalahan arti keberhasilan dalam upaya pengubahan orientasi seksual dengan
mempromosikan atau menjanjikan perubahan orientasi seksual melalui pemberian
bantuan kepada individu-individu yang tertekan dengan orientasi seksualnya
sendiri atau orang lain, dan menyimpulkan bahwa manfaat yang dilaporkan peserta
upaya pengubahan orientasi seksual dapat diperoleh melalui pendekatan tanpa
usaha untuk mengubah orientasi seksualnya tersebut".
Lalu
untuk apa kita mengkotak-kotakan seseorang karena orientasi seksual dan
identitas gender. Mereka berhak mendapatkan pengakuan oleh negara, kehidupan
yang aman, serta hak-hak dasar manusia lainnya. Mari kurangi beban mereka
dengan tidak melakukan diskriminasi, intoleransi, dan tindakan bullying kepada
kaum homoseksual dalam lingkungan sosial. Karena tak ada manusia yang
pantas disakiti dengan alasan apapun, termasuk orientasi seksual, ataupun
identitas gender. Selalu ada perbedaan di antara kita, namun dalam perbedaan
itu, tetap ada kesetaraan.
Sumber
Judul
|
Life-span
Development
|
Pengarang
|
|
Edisi
|
8,
berilustrasi
|
Penerbit
|
McGraw-Hill,
2002
|
ISBN
|
0072414340,
9780072414349
|
Tebal
|
621
halaman
|
Hasil
terjemahan menggunakan aplikasi Google Terjemahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar