Partisipasi Politik Masyarakat
dalam Sebuah Negara
Partisipasi
politik merupakan kegiatan warga negara yang mempunyai perhatian, kesadaran dan
minat yang tinggi terhadap politik pemerintah. Dimana Individu dan
masyarakatnya mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (berupa
pemberian dukungan atau tuntutan terhadap sistem politik) maupun dalam proses
output (melaksanakan, menilai dan mengkritik terhadap kebijakan dan keputusan politik
pemerintah). partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan
orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai
negeri dan sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi
oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
Definisi
partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Silvia Bolgherini.
Menurut Bolgherini, partisipasi politik " ... a series of activities related
to political life, aimed at influencing public decisions in a more or less
direct way—legal, conventional, pacific, or contentious. Bagi Bolgherini,
partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan
politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara
langsung maupun tidak langsung -- dengan cara legal, konvensional, damai,
ataupun memaksa.
A. Bentuk-bentuk Partisipasi
Politik
Secara
umum, bentuk budaya partisipasi politik dapat dibedakan dalam kegiatan politik
yang berbentuk konvensional-legal dan non konvensional-ilegal.
Ф Konvensional, artinya berdasarkan
kesepakatan umum atau kebiasaan yang sudah menjadi tradisi. Legal, artinya
sesuai dengan undang - undang atau hukum yang berlaku. Jadi, partisipasi yang
konvensional-legal berarti kegiatan politik yang dilaksanakan secara lazim
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau ketentuan hukum yang berlaku.
Ф Inkonvensional-ilegal atau partisipasi
politik konstitusionall dengan cara kekerasan atau revolusi. Kekurangan politik
yang melaksanakan partisipasi politik demikian biasanya tidak pernah
mengindahkan etika berpolitik. Mereka lebih menyukai tindakan kekerasan
(anarkhis).
Berbagai
bentuk partisipasi politik dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara
yang mencakup antara lain:
1. Terbentuknya organisasi-organisasi
politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan sosial,
sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan
negara.
2. Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
sebagai kontrol sosiall maupun pemberi masukan (input) terhadap kebijakan
pemerintah.
3. Pelaksanaan pemilu yang memberi
kesempatan kepada warga negara untuk dipilih atau memilih, misalnya berkampanye
dan menjadi pemilih aktif.
4. Munculnya kelompok-kelompok kontemporer
yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya
melalui unjuk rasa dan demonstrasi.
B. Landasan Partisipasi Politik
Landasan
partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan
kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan
partisipasi politik ini menjadi:
1.
Kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang
serupa.
2.
Kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa,
atau etnis yang serupa.
3.
Lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya)
berdekatan.
4.
Partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal
yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas
bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan
5.
Golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang
terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan
patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial,
pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
C. Sebab-sebab Timbulnya
Partisipasi Politik
a.
Modernisasi
Sejalan
dengan berkembangnya industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media komunikasi
massa, maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib
akan menuntut untuk berperan dalam kekuasaan politik.
b.
Perubahan – perubahan struktur kelas social
Salah
satu dampak modernisasi, dimana munculnya kelas pekerja baru dan kelas menengah
yang semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepentingan untuk berpartisipasi
secara politis dalam pembuatan keputusan politik.
c.
Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern
Kaum
intelektual ( sarjana, pengarang, wartawan ) melalui ide – idenya kepada
masyarakat umum dapat membangkitkan tuntutan akan partisipasi masaa dalam
pembuatan keputusan politik. Demikian juga perkembangannya sarana transportasi
dan komunikasi modern mampu mempercepat penyebaran ide – ide baru.
d.
Konflik diantara kelompok – kelompok
pemimpin politik
Para
pemimpin politik berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang
mereka lakukan adalah dalam rangka mencari dukungan rakyat. Berbagai upaya yang
mereka lakukan untuk memperjuangkan ide – ide partisipasi massa dapat
menimbulkan gesekan – gesekan.
e.
Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam uruan sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Perluasan
kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang membawa konsekuensinya tindakan –
tindakan yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup
aktivitas atau ttindakan pemerintah yang
semakin luas mendorong timbulnya tuntutan – tuntutan yang terorganisir
untukikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
D. Faktor-faktor Pendukung
Partisipasi Politik
· Pendidikan Politik
Pendidikan
politik sebenarnya dimaksudkan untuk mewujudkan atau setidak – tidaknya
menyiapkan kader kader yang dapat
diandalkan untuk memenuhi harapan masyarakat luas, dalam arti yang benar –
benar memahami semangat yang terkandung dalam perjuangan sebagai kader bangsa.
· Kesadaran Politik
Keadaran
politik rakyat tidak hanya dapat diukur dari tingkat partisipasinya pada pemilu
(memberikan suara diblik suara atau ikut meramaikan kampanye pemilu) melainkan
juga sejauh mana mereka aktif mengawasi atau mengoreksi kebijakan atau perilaku
pemerintah di dalam mengambil kebijakan dan melaksanakan kebijakan tersebut.
Inilah yang lazim disebut gerakan ekstraparlementer (gerakan turun kejalan).
· Budaya Politik
Budaya
politikmerupakan perwujudan nilai – nilai politik yang dianut oleh sekelompok
asyarakat, bangsa dan negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan – kegiatan politik kenegaraan.
· Sosialisasi Politik
Usaha
untuk memasyarakatkan partisipasi politik kepada seluruh earga masyarakat agar
memiliki kesadaran politik yang tinggi terutama akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
E. Partisipasi Politik di :
1. Negara Demokrasi
Partisipasi
politik di negara demokratis
Tidak
seperti di negara komunis yang hanya memilki satu partai, disini ada dua atau
lebih partai. Jadi partisipasi politik menjadi gambaran tentang kepedulian
masyarakat tentang keadaan pemerintahan atau keadaan politik. Disini jadi dapat
diklasifikasikan menurut intensitas masing-masing kelompok masyarakat terhadap
kegiatan politik. Seperti adanya kelompok yang benar-benar aktif secara
intensif dalam dunia politik seperti pejabat publik atau pejabat publik, elit
parpol, ketua kelompok kepentingan bahkan ada yang memasukan teroris dalam
kelompok ini. Ada pula kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan politik
secara temporer. Seperti tim sukses saat kampanye, anggota partai politik, dll.
Ada pula yang di sebut penonton, sebab hanya seperti pengawas dan tidak banyak
terlibat dalam kegiatan politik, seperti pe-lobby, pemilih dalam pemilu, orang
yang terlibat diskusi politik, dan pengamat dalam pembangunan politik. Dan yang
terakhir adalah kelompok yang sama sekali tak peduli dengan keadaan politik
yang di sebut golongan apolitis.
2. Negara Otoriter
Partisipasi
politik di negara Otoriter.
Dinegara
otoriter seperti komunis di masa lampau, partisipasi politik yang besar adalah
hal yang sewajarnya, karna secara formal, kekuasaan ada di tangan rakyat. Namun
tujuan utama dari partisipasi massa ini ialah agar masyarakat yang terbelakang
menjadi modern, produktif, kuat, dan berideologi kuat. Dan itu membutuhkan
disiplin dan pengarahan ketat dari monopoli partai politik.
Presentase
partai politik menjadi tinggi di sini sebab rezim yang ada benar-benar ingin
menunjukan ke absahannya. Dan disini sangat berbeda dengan negara demokrasi.
Sebab hanya ada satu calon dari setiap kursi untuk di perebutkan. Dan para
calon tersebut harus melewati proses penyaringan yang di selnggarakan oleh
partai komunis.
Di
sini partisipasi politik juga dapat dilakukan dengan memasuki
organisasi-organisasi yang berada dalam kontrol partai. Pemerintah juga menghadapi
dilema tentang bagaimana memperluas partisipasi tanpa mengendorkan kontrol.
Sebab akan ada bahaya timbulnya konflik yang merusak stabilitas pemerintahan.
3. Negara Bekembang
Partisipasi
politik di negara berkembang
Kebanyakan
negara baru yang berkembang ingin mengejar pembangunan untuk mengejar
ketertinggalan mereka. Dan mereka cenderung membutuhkan partisipasi politik
politik dari masyarakat untuk menangani masalah-masalah yang di timbulkan dari
perbedaan etnis, ras, suku, dan agama. Yang diharapkan akan membentuk identitas
nasional dan loyalitas kepada negara.namun di beberapa negara berkembang
partisipasi secara sukarela sangat sulit di temui. Dan ini menjadi masalah,
sebab jika peningkatan partisipasi gagal maka dapat terjadi 2 hal. Yakni “anomi”
atau malah “revolusi”. Sedang dalam negara yang pembangunannya agak lancar,
dimana banyak terjadi peningkatan urbanisasi, pendidikan, dan komunikasi massa
mengakibatkan peningkatan partisipasi yang drastis juga. Melalui bermacam-macam
organisasi. Sehingga terjadi peningkatan tuntutan pada pemeintah yang dapat
mengakibatkan rusaknya stabilitas nasional menurut elit-elit politik, padahal
kestabilan nasional sangat di butuhkan untuk menjalankan kebijakan publik.
Hingga, jalan yang paling baik ialah dengan peningkatan secara bertahap,
sehinga institusi dan rakyat dapat membiasakan diri.
4. Melalui New Social Movements (NSM) dan
kelompok-kelompok kepentingan.
KELOMPOK
KEPENTINGAN
1.
Kelompok ANOMIK
2.
Kelompok NON-ASOSIASIONAL
3.
Kelompok INSTITUSIONAL
4.
Kelompok ASOSIASIONAL
v KELOMPOK ANOMIK
—Terbentuk
dari unsur masyarakat secara spontan dan seketika.
—Tidak
terorganisir secara rapi, dadakan.
—Individu
yang terlibat mempunyai perasaan yang sama atas ketidakpuasan
—Ketidakpuasaan
ini dilampiaskan dengan demonstrasi, pemogokan, kadang sampai pada anarkhi.
—Harus
segera diatasi, jika tidak akan memasuki situasi chaos.
v KELOMPOK NON-ASOSIASIONAL
—Tidak
terorganisir seacra rapi, bersifat kadang kala.
—Anggotanya
merasa mempunyai hubungan batin, jadi tumbuh secara solidaritas. Misalnya:
saudara, kerabat, kelompok etnis.
v KELOMPOK INSTITUSIONAL
—Bersifat
resmi, bekerja sama dengan pemerintah, memilik fungsi-fungsi politik.
—Misalnya:
koorporasi bisnis, badan legislatif, birokrasi, militer.
v KELOMPOK ASOSIASIONAL
—Menyatakan
kepentingan dari kelompok khusus, memakai tenaga profesional yang bekerja
penuh, memiliki prosedur teratur untuk memutuskan tuntutan.
—Yaitu:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kamar Dagang Indonesia (KADIN).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar