BAB I
Pendahuluan
Mempelajari filsafat
hendaknya harus melalui dua pendekatan yakni pertama melalui pengenalan tentang
sejarah filsafat Kedua mempelajari system serta cabang-cabang filsafat. Melalui
sejarah filsafat kita dapat berkenalan dengan beragam pemikiran para filsuf
mengenai berbagai tema dalam filsafat lebih jauh bagaimana para filsuf
sepanjang zaman mendefinisikan dan menjelaskan tema-tema tersebut. Contonya,
pertanyaan mengenai apa esensi atau intisari realitas itu, akan dijawab oleh
sejumlah filsuf sepanjang sejarah secara beragam sehingga kita dapat belajar
dan menjadi tahu mengenai argumentasi-argumentasi dan bukti-bukti filsafati
yang dikemukakan oleh para filsuf tersebut dan bagaimana mereka berpikir
tentang tema-tema tersebut. Sedangkan mempelajari filsafat melalaui sistem
filsafat dan cabang-cabang filsafat dapat menghantarkan kita pada kenyataan
tentang bagaimana filsafat pada dasarnya merupakan sebuah bidang ilmu yang
sangat sistematis, masing-masing cabang filsafat disatukan oleh suatu sistem
berpikir yang sangat logis dan sistematis.
Ditinjau dari tempat
geografis dimana lahir dan berkembangnya filsafat dibedakan atas filsafat barat
dan filsafat timur. Filsafat barat lahir di Yunani pada Abad ke-6 dan ke-5
sebelum maehi (SM) berkembang di eropa, khususnya eropa barat (Jerman, Prancis,
inggris belanda dan laiannya), Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.
Sedangkan filsafat timur terutama di negara Asia (China, India, Jepang, Korea,
Indonesia) dan timur tengah (Persia, Arab).
BAB II
Perbedaan Filsafat
Barat dan Timur
A. Kedudukan Manusia
Filsafat Barat
Manusia lepas atau terpisah dari lingkungan
(alam); bersifat rasio, mengembangkan ilmu pengetahuan.
Filsafat Timur
Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari lingkungan (alam); bersifat intuisi, tercampur agama dan kepercayaan.
B. Keberadaan Tuhan
Filsafat Barat
Sebagian filsuf menolak, dan sebagai mengakui
keberadaan tuhan; tuhan berpisah dan berbeda dari alam
Filsafat Timur
Mayoritas filsuf mengakui dan membahas keberadaan
tuhan (Dewa atau Dewa-dewa); Tuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
alam
C. Realitas
Filsafat Barat
Sebagian besar filsuf menilai realitas sebagai
sesuatu yang obyektif dan mereka dapat menarik diri dari realitas yang
dipikirkannya; Menjawab tantangan alam; Individu berhadapan dengan masyarakat;
Utamakan hak individu secara kolektif; aktif/ konflik
Filsafat Timur
Karena manusia merupakan bagian dari realitas
maka realitas tidak dapat dipikirkan secara objektif; Manusia tidak dapat
menarik diri darinya; Menyatu dengan alam; Individu merupakan bagian dari
masyarakat; pasif/ tidak suka konflik.
D. Agama
Filsafat Barat
Kecuali pada abad pertengahan, agama terpisah
dari filsafat
Filsafat Timur
Filsafat dan agama tidak dapat terpisahkan
E. Ciri khas filsafat
Filsafat Barat
Filsafat sebagai aktivitas intelektual
Filsafat Timur
Pengalaman dan rasio penting, namun
penghayatan hidup dan intuisi (pangalaman langsung tenpa media teori atau
konsep-konsep teoritis lebih penting lagi)
F. Sistematika
Filsafat Barat
Sistematis, ct. ada pembedaan tegas antara
metafisika, epistemology, dan aksiologis beserta cabang-cabangnya
Filsafat Timur
Tidak memiliki sistematika seperti filsafat
barat
G. Terapan Filsafat
Filsafat Barat
Berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan
Filsafat Timur
Menjadi landasan atau pegangan kehidupan
sehari hari
H. Pusat/Tempat
Aktivitas Berfilsafat
Filsafat Barat
Terutama dilingkungan akademik (Perguruan
Tinggi)
Filsafat Timur
Lingkungan nonakademik (tempat-tempat ibadat)
I. Beberapa Contoh Aliran-aliran
atau Jenis Filsafat
Filsafat Barat
Idealism, materialism, empirisme,
rasionalisme, pragmatism, eksistensialisme, dan sebagainya
Filsafat Timur
Taoisme, Confusionisme (China), Shinto
(Jepang), Budhisme, Hinduisme (India) dan sebagainya.
Ada beberapa alasan
mengapa filsafat barat diketengahkan di tanah air Indonesia pertama filsafat
barat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu pengatahuan yang kita
pelajari diperguruan tinggi berasal dari barat dan dari filsafat barat. Kedua
dunia akademis dan sitem pendidikan di negara kita pada dasarnya merupakan
warisan tradisi pendidikan dari filsafat barat. Ketiga landasan filsafati ilmu
pengetahuan (metafisika, epistemology dan aksiologis) merupakan
landasan-landasan filsafat barat dan dipelajari secara detil dalam filsafat
barat.
BAB III
Periode-periode
Filsafat
A. Filsafat Zaman Purba (600SM – 500SM)
Filsafat barat bermula
di Yunani, beberapa hal penting pada masa ini diantaranya. Lahirnya
Pre-Sokratisi yaitu filsafat alam mencari penjelasan daripada alam khususnya
terjadinya segala-galanya dari prinsip pertama arche. Mashab Miletos; Thales
(625 – 545); Anaximandros (610 – 546); Anaximenes (585 – 528)
Thales (625 – 545)
Ia dianggap sebagai
filsuf pertama di Yunani, seorang filsuf yang berusaha menemukan arkhe (asas
atau prinsip) alam semesta. Menurutnya prinsip pertama alam semesta adalah air,
semua berawal dan berakhir di air, tidak ada kehidupan tanpa air, tidak ada
satu mahluk hidup yang tidak mengandung unsur
air, demikian juga kebutuhan tubuh manusia
yang berupa air. Sebagaimana para ilmuan kedokteran terkini menyebutkan bahwa
unsur terbanyak dalam tubuh manusia di atas 80% adalah air.
Anaximandros (610 – 546)
Ia adalah murid Thales
sebagaimana yang dilakukan oleh gurunya iapun mencari arkhe namun baginya arkhe
yang sejati bukan suatu anasir yang dapat diamati oleh pancaindera malinkan
sesuatu yang tidak tampak menurutnya prinsip utama yang mendasari segala
galanya bukanlah air melainkan to opeiron (yang tak terbatas) alasannya sesuatu
fisik pasti berubah sedangkan yang berubah pasti bukan arkhe.
Anaximenes (585 – 528)
Menurutnya asal usul
segala sesuatu adalah udara. Kenapa udara? Karena udara merupakan bahan dasar
yang membentuk semua benda yang ada dalam alam semesta.
Jika kumpulan udara
sangat banyak maka ia berubah bentuk menjadi awan atau sesuatu yang dapat
dipandang mata, jika basah maka ia menjadi air hujan, dan
jika awan menjadi semakin padat, maka ia
menjadi tanah atau batu atau bahkan badan manusia.
Filsuf ilmu pasti dan
metafisika; Pythagoras (570 – 490 SM); Herakleitos (535 – 475); Parmenides
(sekitar abad ke-5 SM); Zeno (490 – 430 SM).
Disamping mencari
jawaban akan pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul alam semesta, para filsuf
di atas justru memfokuskan diri untuk mengembangkan keilmuan pasti dan
metafisika seperti
Pythagoras (570 – 490 SM)
Menyusun aktaf-oktaf
(music) yang bisa dibaca berdasarkan bilangan (matemati); menurutnya nada-nada
(dalam music) dikuasai oleh hokum-hukum matematis sehingga untuk menguasai
nada-nada diperlukan kemampuan memahami angka-angka.
Herakleitos (535 – 475)
Membahas mengenai
metafisika. Menurutnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini mengalir,
berubah-ubah. Tidak ada sesuatupun yang tinggal mantap tanpa mengalami
perubahan (phanta rhei kai uden menei).
Parmenides (sekitar abad ke-5 SM)
Tokoh yang membahas
tentang ontology, ia menggunakan istilah-istilah yang biasanya ditemukan dalam
ontology yakni “ada (being) dan “tidak ada” ( non-being). Kajian mengenai
ontology dewasa ini seperti yang dilakukan Heidegger tidak akan bisa melepaskan
pembicaraan akan ontology Permides.
Zeno (490 – 430 SM)
Murid paling cerdas
dari Permenides menurutnya gerak atau perubahan tidak mungkin. Ia mengajukan
beberapa pemikiran penting tentang: argumentasi melawan gerak (perubahan);
argumentasi melawan pluralitas; Argumentasi melawan ruang. Pemikirannya sangat
penting dan berdasarkan pada pemikiran-pemikiran yang logis dan orisinal. Konon
argumentasi yang diajukannya banyak mengilhami dan memengaruhi para filsuf ahli
matematika, ahli fisika dan siswa sekolah di Yunani selama berabad abad.
Filsafat dalam mencari
penjelasan daripada alam tersebut selanjutnya bergeser pada penyelidikan pada
manusia, oleh karena filsafat alam tidak memberikan jawaban yang memuaskan
hadirlah sikap dari kaum sofis (pedagang pengetahuan) yang dilanjutkan dengan
pencarian sintesa antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia hingga
berlanjut pada pergeseran etika dan perkembangan baru Neo-Platonisi, bersikap
religious, kebatinan.
Dilain sisi jauh
sebelum lahirnya filsafat yunani telah ada beberapa kondisi yang perlu untuk
kita ketahui, suatu kondisi yang kelak berperan penting bagi pemunculan
pemikiran filsafat yunani itu sendiri. Kondisi-kondisi tersebut sebagaimana
yang dikemukakan Bertens (Abidin, Z, 2012: 82) diantaranya.
Mitologi,
kesusasteraan, pengaruh ilmu pengetahuan dari bangsa timur (Mesir dan
Babilonia), serta kehidupan sosial politik.
Mitologi
Jauh sebelum filsafat
yunani itu ada masyarakat telah mengenai mite-mite yang berfungsi sebagai
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai teka-teki atau misteri alam
semesta dan kehidupan yang dialami langsung oleh masyarakat yunani pada saat
itu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya mengenai asal-usul alam
semesta, sebab-sebab bencana (seperti gempa bumi); sebab-sebab gerhana dan
sebagainya. Contoh mitos yang sangat terkenal yaitu mengenai sebab-sebab
terjadinya gempa bumi. Mengapa terjadi gempa bumi.? Pada saat itu masyarakat
yunani menyakini bahwa dewa Poseidon yakni seorang dewa penjawa bumi dan laut
sedang marah dan ingin memberikan hukuman pada penghuni bumi (manusia) dengan
cara menggoyang-goyangkan bumi. Mite-mite seperti itu merupakan upaya
masyarakat Yunani untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang
misteri alam semesta.
Kesusasteraan
Masyarakat Yunani
telah lama mengenal kesenian khususnya kesusasteraan seperti pada tahuan 850SM
terbit Puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea sebuah karya seni yang
hingga saat ini masih sangat terkenal. Sejumlah ahli dalam psikologi dewasa ini
menyakini bahwa kesenian termasuk kesusasteraan yang dapat memperhalus emosi
dan meningkatkan kecerdasan. Berangkat dari pandangan tersebut filsafat Yunani
hanya bisa lahir dan berkembang dari masyarakat yang memiliki kehalusan
perasaan dan ketajaman intelektual, kesusasteraan dapat memperhalus perasaan
dan mempertajam kecerdasan manusia Yunani pada saat itu.
Pengaruh ilmu pengetahuan dari bangsa timur
(Mesir dan Babilonia)
Selain di Yunani pada
saat yang sama dibeberapa negara lainpun berkembang pemikiran-pemikiran
intelektual. di Mesir misalnya, telah berkembang ilmu ukur berawal dari upaya
pengukuran ketinggian air sungai Nil. Dengan mengetahui ketinggian air yang
aman, mereka dapat melakukan perdagangan dan perjalanan.
Orang Yunani belajar
ilmu seperti itu dari bangsa Timur, namun mereka belajar dan menggunakan ilmu
itu bukan hanya untuk tujuan praktis melainkan juga teoritis, tidak untuk
jangka pendek sebagaimana untuk berdagang atau melakukan perjalanan melainkan
untuk ilmu itu sendiri. Mereka belajar dan mengembangkan ilmu untuk menemukan
kebenaran.
Sosial Politik
Pemerintah Yunani Kuno
sering disebut sebagai cikal bakal pemerintah demokratis. Ini dapat dipahami
karena di negara ini diterapkan kehidupan sosial
politik yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut pertama setiap warga negara memiliki otonomi dalam bidang hokum dan
memiliki kemerdekaan politik untuk mengemukakan pendapat. Kedua ada
“negara-negara bagian” yang disebut polis. Kondisi polis saat itu sangat
kondusif untuk perkembangan intelektual. disetiap polis terdapat agora (pasar),
tempat dimana warga negara bukan hanya melakukan transaksi ekonomi (jual beli
barang) melainkan juga tempat belajar dan memberi pengajaran (pendidikan).
Dengan kondisi dan latar belakang seperti itu mereka berusaha berpikir sendiri
untuk menemukan jawaban tentang asal usul alam dan kehidupan.
B. Filsafat
Pertengahan (100 1600 SM)
Ini adalah zaman
dimana filsafat berfungsi sebagai alat untuk pembenaran atau justifikasi ajaran
agama (the philosophy as a handmaiden of theology). Di dunia Barat Agama
Katholik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, Manusia Dan Dunia serta
Etikanya; untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka mempergunakan filsafat
Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut khususnya mengenai soal-soal
tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan dan sifat Tuhan.
Setelah tahun 1200
filsafat berkembang kembali berkat pengaruh Filsafat Arab yang diteruskan ke
eropa melalui Spayol. Sejauh filsafat yang dianggap bertentangan dengan ajaran
Agama, ditolak. Banyak buku-buku filsafat di zaman Yunani Kuno ditemukan
kembali dizaman ini namun banyak yang diberenguskan karena dinilai pemikiran
kaum kafir. Kebebasan berpikir dipangkas oleh karenanya zaman ini sering
dinamakan Abad Kegelapan Filsafat (dark ages).
C. Filsafat Modern
(1600 – 1900)
Filsafat modern
berawal pada paruh kedua Abad ke-16 Masehi, setelah terlebih dahulu dimulai
oleh gerakan Renaissance dan Humanisme di Eropa Barat (Pertengahan tahun
1300-an hingga 1600). Menurut gerakan ini manusia pada prinsipnya merupakan
pusat dari alam semesta. Kritisnya penentangan tradisi, analisis psikologi
dipentingkan, Bahasa Latin ditinggalkan sebagai Bahasa Ilmiah yang diganti Bahasa-bahasa
modern. Watak-watak persoalan dan nasional lebih tampil ke muka, cara-cara
kebebasan menjadi anarchi. Ilmu alam dan ilmu pasti berkembang pesat.
Doktin terkenal
Phitagoras bahwa “alam semesta tertulis secara matematis”, menjadi asumsi yang
berkembang pesat dilingkungan para ilmuwan dan filsuf (pada masa itu sulit
membedakan antara ilmuwan dan filsuf) sampai abad ke-18 pun apa yang dinamakan
ilmu pengetahuan sering disebut sebagai “filsafat alam.”
Dalam bidang filsafat
muncul kecenderungan untuk menggali akar-akar pengetahuan (epistemology).
Berkembangnya ilmu-ilmu alam (filsafat alam) mendorong para filsuf untuk
mempertanyakan tentang apakah sebetulnya pengetahuan itu? Darimanakah
sebenetulnya sumber pengetahuan itu? Apakah pengetahuan berasal dari pengalaman
atau dari rasio manusia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memunculkan
aliran-aliran rasionalisme dan empirisme.
Perkembangnya
ilmu-ilmu alampun mendorong para filsuf bertanya tentang hakikat manusia.
Apakah manusia itu merupakan materi (alam fisik) atau berupa jiwa? Apakah
proses kimiawi dan gerak mekanis yang terjadi pada alam juga terjadi dalam diri
manusia? Atau manusia adalah pengecualian, sehingga tidak bisa dikenali proses
kimiawi dan mekanis seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan
bermacam-macam jawaban.
Para filsuf pada zaman ini diantaranya
Francis Bacon (1561 –
1626); Thomas Hobbes (1588 – 1679); Rene Descartes (1596 – 1650); Spinoza (1632
– 1677); John Locke (1632 – 1704); Leibniz (1646 –1716); Berkeley (1685 –
1753); Hume (1711 – 1776); Kant (1724 -1804); Fichte (1762 – 1814); Hegel (1770
– 1831); Bentham (1748 – 1832); Schopenhauer (1788 – 1860); Comte (1798 –
1857); John Stuart Mill (1806 – 1873); Kierkegaard (1813 – 1855); Marx (1818 –
1883); Engels (1820 – 1898); Nietzsche (1844 – 1900); James (1842 – 1910).
D. Filsafat
Kontemporer (1900 – desawa ini)
Filsafat kontemporer
berawal pada abad ke-20 ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat
kaya dan beragam. Mulai dari analisis Bahasa, kebudayaan (diantaranya
postmodernisme); kritik sosial; metodologi (fenomenologi; heremeutika;
strukturalisme); filsafat hidup (eksistensialisme); filsafat ilmu hingga pada
filsafat tentang perempuan (feminism). (Abidin, Z, 2012: 123)
Tema-tema filsafat
yang banyak diketengahkan oleh para filsuf dari periode ini antara lain;
tentang manusia dan Bahasa manusia; ilmu pengetahuan; kesetaraan gender; kuasa
dan struktur yang mengungkung hidup manusia; serta isu-isu actual yang berkaitan
dengan budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan,
dan hak asasi manusia. Profesionalisasi disiplin filsafatpun kian tampak dari
munculnya jurnal-jurnal terkemuka dalam bidang filsafat.
Para filsuf pada zaman ini diantaranya
Wilhelm Dilthey (1833
– 1911); Edmund Husserl (1859 – 1938); Henri Bergson (1859 – 1941); Ernst
Cassirer (1874 – 1945); Bertrand Russell (1872 – 1970); Ludwig Wittgenstein
(1889 – 1951); Thomas Kuhn (1922 – 1996); Martin Heidegger (1889 – 1976); Jean
Paul Sartre (1905 – 1980); Karl Popper (1902 – 1994).Dan lain lain.
Sebagaimana peradaban
Timur dan Barat memiliki sejarahnya tersendiri untuk bangkit dan berkembang
akan tetapi suatu peradaban tidak mungkin ada dan berkembang tanpa bersentuhan
dengan peredaban lain dan saling meminjam. Proses peminjaman tersebut hanya
bisa terjadi jika masing-masing peradaban memiliki mekanismenya sendiri
sendiri. Mekanisme-mekanisme tersebut sangat erat kaitannya dengan sesuatu yang
disebut dengan kebudayaan, dan kebudayaan ini akan meruncing pada keberbedaan
manakala mereka berpegang pada ilmu sebagai akar kebudayaan. Artinya sebuah
kebudayaan dan peradaban akan lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan
konsep keilmuan di dalamnya. Hal ini karena factor keilmuan yang melahirkan
aktivitas sosial, politik, ekonomi, dan aktivitas kultural lainnya, dengan kata
lain kerja-kerja intelektual dan keilmuan anggota masyarakatlah yang melahirkan
kebudayaan. Ini berimplikasi bahwa di atas konsep-konsep keilmuan terdapat
sistem dan supersistem yang disebut dengan word view (pandangan hidup atau
pandangan alam).
Reference
Abidin, Z. (2011) “ pengantar filsafat barat”.
Jakarta. PT. RajaGrafindo persada.
Bahm Archie, J. (1953) philosophy an
Introduction. John wiley and Sons inc., New York.
Beerling, R.F (1961) “filsafat dewasa ini”
Jakarta. Balai Pustaka
Hamdi, M (2012) “pengantar filsafat ilmu”.
Bandung. UPI SPs Press
Hamdi, M (2016) “ filsafat sebuah pengantar”
Naskah buku dalam proses penerbitan.
Salam, B (2012) pengantar filsafat. Jakarta.
PT. Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar