Senin, 19 September 2016

HUBUNGAN ANTARA AGAMA DENGAN MORAL


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

WJS.Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak ( moral ). Dalam istilah lain ethos atau itikos selalu disebut dengan mos sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral.
Namun demikian apabila di bandingkan dalam pemakaian yang lebih luas perkataan etika di pandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah moral sering di pergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriyah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya saja.
Dalam bahasa agama islam istilah etika ini adalah merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karna akhlak bukanlah sekedar menyangkut prilaku manusia yang bersifat lahiriyah saja, akn tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian agama?
2. Apa pengertian moral?
3. Apa Hubungan antara Agama dan Moral?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuat makalah Hubungan Antara Agama Dengan Moral ini adalah :
1.      Memenuhi tugas Pendidikan Nilai dan Moral.
2.      Meningkatkan kualitas manusia yang berakhlak dan bermoral.



BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AGAMA


Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio [dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu [yang supra natural] dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia [pendiri atau pengajar utama agama] untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-luasnya] secara pribadi dan masyarakat.

Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
 Sedangkan pengertian Agama menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Anthony F.C Wallance, Agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi lewat mitos dan menggerakkan kekuatan super natural dengan maksud untuk mencapai terjadinya perubahan keadaan pada manusia dan semesta.
2. Menurut Sultan Takdir Alisyahbana, Agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan keajaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta.
3. Menurut Emile Durkheim, Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
4. Menurut Sidi Gazalba, Agama adalah kecenderungan rohani manusia yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya.
5. Menurut Parsons, Agama adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari budaya manusia.
6. Menurut A.M Saefudin, Agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat universal.

Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi [yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia]; upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus [secara pribadi dan bersama] yang ditujukan kepada Ilahi.
Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman iman Kristen mengenai Agama.

 FUNGSI, PERAN, DAN TUJUAN AGAMA
1. Fungsi Agama
=> Sumber Kehidupan untuk individu maupun kelompok
=> Hubungan menyesuaikan prosedur manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
=> Persyaratan prinsip benar atau salah.
=> Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan.
=> Pedoman merasa percaya diri adanya pedoman.
=> Memberikan Identitas kepada orang-orang berbagai umat Agama.
2. Peran Agama
=> Sebagai peningkat Etos kerja dalam kehidupan
=>Mengendalikan dan mengarahkan penggunaan teknologi untuk kepentingan manusia.
=> Sebagai rambu-rambu peraturan dalam hidup.
3. Tujuan Agama
=> Menegakkan kepercayaan manusia hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
=> Mengatur kehidupan manusia didunia, agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahteraan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
=> Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Tuhan.
=> Menyempurnakan Akhlak manusia.

B. PENGERTIAN MORAL

Moral berasal dari kata latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti adat atau cara hidup.
Moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral. Hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya,. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pendidikan moral seyogyanya sudah harus diberikan kepada manusia sedari mereka kecil. Maka orang tua berperan sangat penting dalam pembentukan moral anaknya kelak. Moral merupakan sikap yang bersifat baik yang dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dilingkungannya, maka manusia diharapkan memiliki moral karena hal tersebut penting demi berlangsungnya sosialisasi terhadap lingkungannya. Berikut beberapa manfaat moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan Pengertian Moral menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan, Moral adalah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
2. Menurut Gunorsa, Moral adalah suatu rangkaian nilai dari berbagai macam perilaku yang wajib dipatuhi.
3. Menurut Wantah, Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau berhubungan dengan kemampuan menentukan benar atau salah, baik atau buruknya tingkah laku.
4.  Menurut Sonny Keraf, Moral menjadi tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
5. Menurut Chaplin, Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, menyangkut hukum, atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.


C.HUBUNGAN AGAMA DAN MORAL
Tidak bisa disangkal, agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Setiap agama mengandung suatu ajaran moral. Ajaran moral yang terpendam dalam suatu agama dapat dipelajari secara kritis, metodis, dan sistematis dengan tetap tinggal dalam konteks agama itu.
Ajaran moral yang terkandung dalam suatu agama meliputi dua macam peraturan. Di satu pihak ada macam-macam peraturan yang kadang-kadang agak mendetail tentang makanan yang haram, puasa, ibadat, dan sebagainya. Peraturan seperti itu sering berbeda dengan agama yang berlain-lainan. Di lain pihak ada peraturan etis lebih umum yang melampaui kepentingan agama tertentu saja, seperti: jangan membunuh, jangan berdusta, jangan berzina, jangan mencuri.
Bila agama berbicara tentang topik-topik etis, pada umumnya ia berkhotbah, artinya ia berusaha memberikan motivasi serta inspirasi, supaya umatnya mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang sudah diterimanya berdasarkan iman.
Agama menjelaskan dan menunjukan nilai-nilai bagi pengalaman manusia yang sangat penting. Melalui agama, kehidupan lebih dapat dipahami dan secara pribadi lebih bermakna. Apakah system nilai dan moralitas merupakan bagian dari agama? Hal itu tergantung kepada bagaimana kita mendefinisikan. Geertz menganggap bahwa etos (seperangkat moral dan motivasi) bagian dari agama agama memfokuskan kepada sesuatu yang member makna kepada seluruh kehidupan, maka obyek yang dipuja harus menjadi sesuatu nilai yang signifikan atau sesuatu tang menjadi sumber ini. Didalam pemujaan, maka nilai sentral yang dipuja itu dikagumi, dihormati dan diyakini mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, serta diyakini mampu memberikan pertolongan dan sanksi kepada penganutnya (Djamari, 1988).
.Jika kita mempelajari sistem kepercayaan dan persoalan ibadat para penganut, maka nilai-nilai agama atau obyek yang dipuja mungkin mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi survei terhadap orang-orang amerika, bahkan orang-orang yang menganggap agama penting bagi mereka, menunjukkan bahwa agama sedikit sekali pengaruhnya terhadap idea moralitas sosial mereka. Penelitian menunjukkan bahwa 54% dari orang amerika yang menganggap agama sangat panting, tidak merasa bahwa agama berpengaruh terhadap cita-cita politik dan bisnis atau terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Orang merasakan agama sangat penting tetapi tidak tercermin dalam perilakunya (Djamari, 1988).
Nilai moral sendiri merujuk kepada nilai-nilai kemanusiaan, itu tidak serta merta berarti bahwa nilai-nilai moral yang bersumber pada agama itu dinafikan. Justru ketika dialog dilakukan, nilai-nilai agama yang dianut pasti secara tidak langsung akan melebur di sana. Orang-orang yang terlibat dalam dialog pasti akan membawa aspirasi dan nilai-nilai agama yang diimaninya. Agama dan moralitas itu tidak sama. Namun, nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan itu sebetulnya tetap saling mengandaikan, saling memperkuat, dan mengembangkan satu sama lain. Antara moralitas dan agama itu sama sekali tidak saling menafikan dan meniadakan satu sama lain.
Moral sebagai kumpulan aturan tingkah laku memiliki hubungan erat dengan agama. Dalam perilaku sehari-hari motivasi yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama.Agama, juga seperti umumnya kebudayaan merupakan upaya membangun manusia berakhlak mulia dan berbudi luhur. Akhlak dan budi inilah modal dasar sosial manusia dalam masyarakat sehingga mampu melihat masalah sosial dan memiliki kesanggupan memecahkannya. Tanggung jawab sosial semacam ini tidak sedikit yang bermuara dari sistem religi, sebagaimana agama merumuskannya. Agama merupakan sesuatu yang bersifat sosial karena representasi religius adalah representasi kolektif yang mengungkapkan realitas kolektif. Malahan keyakinan dan ritual-ritual agama merupakan ekspresi simbolis dari kenyataan sosial.Begitu juga Nottingham  menegaskan bahwa hubungan anggota kelompok agama dengan hal-hal yang sakral dalam beberapa hal erat hubungannya dengan nilai moral kelompok itu.
Moral memang tidak hanya bersumber pada agama, tetapi keanekaragaman adat kebiasaan kelompok timbul dari keanekaragaman konsepsi kelompok agama tentang Yang Sakral. Tegasnya, adat kebiasaan itu bersumber dari agama dan dalam terminologi antropologi dikenal dengan sistem religi. Agama sebagai religi adalah doktrin, karya, dan ajaran suci. Religi dalam arti leksikal sama artinya dengan agama atau kepercayaan, yaitu sistem yang terdiri atas konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan mutlak suatu umat dan upacara-upacara beserta pemuka agama yang melaksanakannya. Sistem religi ini mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan, dan Tuhan yang dijiwai oleh suasana kekerabatan. Semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan religi berdasarkan suatu getaran jiwa yang biasanya disebut emosi keagamaan, Artinya, moralitas mengimplikasikan sebuah sistem aturan praktis perilaku manusia dalam masyarakat sesuai dengan agama yang dipeluk. Dalam hal ini, moralitas merupakan teknik pengungkapan diri, memberikan bentuk konkret bagi impian-impian, dan membantu mengaktualisasikan visi melalui detail-detail yang praktis. Malahan Dasgupta menegaskan bahwa moral akan kehilangan signifikansinya, bila dipisahkan dari agama, bahkan dalam pencapaian spiritualitas. Berkat pengetahuan dan pengalaman mengenai yang ilahi terciptalah religiusitas, yaitu rasa dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali manusia dengan Tuhan. Dikatakan “hubungan” karena berkat pengalaman religius manusia menjadi tahu tentang hubungan antara dirinya dan Tuhan yang telah menciptakan dan memberikannya eksistensi. Dikatakan “ikatan” karena manusia bersedia mengikatkan diri pada Tuhan sebagai asal, penyelenggara, dan tujuan hidupnya. Begitulah agama mewujudkan harmoni kehidupan, yaitu keindahan interaksi manusa dengan sesama, alam, dan Tuhan.
Agama adalah pelembagaan religiusitas – religusitas itu kerinduan mengikatkan diri kembali kepada Tuhan. Penghayatan kesadaran terhadap ikatan kembali dengan Tuhan munculah agama dengan empat unsur pokok, yaitu dogma, doktrin atau ajaran; ibadat atau kultus; moral atau etika; dan lembaga atau organisasi. Dogma agama merumuskan hakikat Tuhan yang dikenal, dialami, dipercaya, dan kehendakNya untuk manusia dan dunia. Ritual agama menetapkan cara bagi penataan hubungan manusia dengan Tuhan, antara lain tempat dan waktu hubungan itu diadakan, serta cara dan bentuk hubungan itu diselenggarakan. Moral agama menggariskan pedoman perilaku yang sesuai atau tidak dengan pengalaman dan kepercayaan kepada Tuhan untuk mewujudkan kemuliaan bagi masyarakat dan dunia. Lembaga agama itu mengatur hubungan antara penganut agama dan hubungan mereka dengan pemimpinnya dalam rangka penghayatan dan pengalaman religiusitas secara bersama,Menurut Bertens bahwa agama merupakan sumber nilai dan norma moral yang paling penting. Agama dalam kaitannya dengan praktik sosial dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola tingkah laku yang diusahakan oleh masyarakat. Agama digunakan untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan teknologi ataupun teknik organisasi yang diketahui (Haviland dalam Kahmad.Agama dalam konteks sosial telah mengambil bagian dalam menentukan batas-batas identitas individu dan masyarakat. Agama telah mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dalam pengalaman kehidupan manusia, seperti upacara peringatan hari lahir, upacara perkawinan, dan upacara kematian. Ini berarti bahwa agama tidak hanya mengikat individu dengan Yang Ilahi, tetapi juga manusia yang satu dengan yang lainnya sehingga agama memang berimpit dengan kehidupan sosia.Malahan Wattimena  menegaskan bahwa agama merupakan satu bentuk legitimasi yang paling efektif dalam kehidupan sosial dan budaya.
Agama merupakan sesuatu yang bersifat budaya karena agama merupakan semesta simbolik yang memberikan makna pada kehidupan manusia dan penjelasan yang paling holistik tentang seluruh realitas. Agama merupakan naungan sakral yang melindungi manusia dari situasi kekacauan (chaos). Bagi penganutnya, agama berisi ajaran tentang kebenaran tertinggi (summum bonum) dan mutlak tentang eksistensi manusia serta petunjuk-petunjuk hidup selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan, beradab, dan manusiawi. Dengan demikian, agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi inti dari sistem nilai dalam suatu kebudayaan. Dalam hal ini, agama dapat menjadi pendorong dan pengontrol tindakan anggota masyarakat agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agama yang dipeluknya
Ketika pengaruh agama semakin kuat terhadap sistem nilai kebudayaan suatu masyarakat, maka sistem nilai kebudayaan itu terwujud sebagai simbol suci yang maknanya bersumber pada agama yang menjadi kerangka acuannya. Apabila agama menjadi inti dari kebudayaan suatu masyarakat, maka fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu masyarakat untuk mengenal dan menghayati sesuatu Yang Sakral. Pengalaman beragama (religious experience), yaitu penghayatan terhadap Tuhan telah menyebabkan masyarakat memiliki kesanggupan, kemampuan, dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Sang Ilahi. Penghayatan inilah yang menjadi landasan moral agama. Moral agama menggariskan pedoman perilaku yang menetapkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan pengalaman dari kepercayaan terhadap Tuhan dalam hidup pribadi, masyarakat, dan dunia.
Pedoman perilaku seperti ini dalam agama Hindu disebut Susila. Ajaran susila agama Hindu menurut Sura mencakup ajaran moral berlaku khusus bagi umat Hindu dan ajaran moral berlaku umum dalam masyarakat. Sejalan dengan hal ini, Bertens menegaskan bahwa secara umum aturan moral dalam suatu agama dapat dikelompokkan menjadi dua macam. Pertama, aturan moral yang dianut secara internal oleh pemeluk suatu agama misalnya, tentang makanan yang haram, ibadat, dan puasa. Kedua, aturan moral yang diterima oleh semua pemeluk agama, seperti jangan mencuri, jangan berdusta, jangan membunuh, dan jangan berzinah. Aturan moral kelompok pertama menekankan pada aturan moral yang unik dan khas berlaku bagi penganut agama tertentu, sedangkan kelompok kedua melampaui kepentingan suatu agama sehingga menjadi aturan moral yang berlaku umum dalam masyarakat. Dengan demikian, susila adalah landasan moral agama Hindu yang mengatur tingkah laku umat Hindu untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Agama dijelaskan sebagai ajaran, sistem yang mengatur keimanan, termasuk hubungan manusia dengan manusia maupun lingkungannya. Sementara moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima masyarakat umum tentang perbuatan, sikap, kewajiban, sampai akhlak dan budi pekerti. Kalau agama mengatur hubungan manusia, artinya moral masuk ke dalam persoalan yang diajarkan agama. Fungsi agama terpenting adalah memberikan dasar metafisika bagi tatanan moral kelompok sosial dan memperkuat ketaatan terhadap norma. Sebagaimana dinyatakan oleh Thomas O’dea bahwa dengan menunjukkan norma-norma atau aturan masyarakat sebagian bagian dari tatanan etik superempirik yang lebih besar, berarti norma atau aturamn masyarakat telah disucikan oleh agama dan kepercayaan. Karena agama dalam hal ini membantu memperkuat pelaksanaan norma dan aturan itu, bila ternyata tindakan individu bertentangan dengan keinginan atau kepentingan norma tersebut. Manusia membutuhkan jawban masalah makna, baik dalam arti orientasi kognitif terhadap dunianya maupun untuk memenuhi kebutuhan hubungan dengan Tuhannya. Agama menjawab masalah tersebut. Agama menyajikan berbagai fungsi antara lain memberikan wawasan dunia yang mengurangi kebingungan dan berusaha menafsirkan makna ketidakadilan, penderitaan dan kematian; membentuk dasar-dasar kosmik bagi nilai dan system moralitas personal maupun sosial; merupakan sumber identitas rasa keanggotaan pada suatu kelompok agama tertentu, dll (Djamari, 1988).



B. SARAN


Orang yang  memiliki moral, akhlak, jauh lebih baik daripada yang mengaku beragama tapi tak mengerti bagaimana cara berbuat baik. Jadi sebagai orang yang beragama sudah seharusnyalah kita memiliki akhlak. Karna percuma saja kita rajin beribadah tetapi perilaku kita terhadap sesama manusia tidak mencerminkan bahwa kita mempunyai moral.

3 komentar:

  1. studi kasus tentang agama dan moralnya itu apa?

    BalasHapus
  2. NICE, ditunggu kunjungan baliknya di //republik-literasi.blogspot.co.id

    BalasHapus
  3. NICE, ditunggu kunjungan baliknya di //republik-literasi.blogspot.co.id

    BalasHapus