Senin, 19 September 2016

MASALAH-MASALAH KONTEMPORER KEWARGANEGARAAN

Delapan permasalahan kontemporer dalam kewarganegaraan tersebut meliputi:
Pertama,  kegagalan pendidikan kewarganegaraan di republik weimar dalam mendidik warga negara agar memiliki komitmen terhadap peraturan hukum  (rule of lawi) dan demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan diselenggarakan di bawah rezim totaliter menjadi instrumen pengrusak dasar-dasar hak asasi manusia dan kebebasan.
Kedua, proses kewarganegaraan memulai dengan mendefinisikan hak-hak dan warga negara di bawah kerangka negara-bangsa menurut kriteria suprasional. Dengan demikian, proses ini telah meberikan suatu peningkatan  pengamanan politik atau alternatif bagi penjaminan hak-hak asasi manusia dalam konteks bangsa. Proses kewarganegaraan ini telah berkembang pada skala  upaya menyelesaika pertikaian internasional di mana negara-negara Barat, khusunya amerika Serikat dan sekutunya secara solid berhasil memegang kekuatan untuk menghancurkan kekuatan lain yang di anggap membahayakan perdamaian dunia dan kepentingan menurut persepsinya. Pengalamanskutu untuk menghentikan gerakan militer jepang pada PD II, menumpas kekuatan thaliban di afghanistan, dan melumpuhkan kekuasaan sadam husein di irak merupakan bukti pembentukan aliasi multinasional yang menempatkan masalah kewarganegaraan pada level global. Misi yang diemban oleh negara-negara sekutu tersebut berkedok hak asasi manusia  dan kebebasan bagi umat manusia. Dari fenomena ini, dapat disimpulkan bahwa secara langsung atau tidak langsung. masalah kewarganegaraan telah menjadi agenda politik internasional.
Ketiga, adanya peningkatan dalam identitas komunikasi internasional yang telah menghantarkan masalah HAM dan kebebasan begitu cepat meluas lintas negara-bangsa sehingga telah menjadi fokus dan argumen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keempat, yang terkait dengan faktor ketiga adalah  internasionalisasi upaya penyidikan yang lebih tajam dari pada yang terjadi di bawah liga Bangsa-Bangsa  dan dewan lain seperti Organisasi Buruh Internasional  atau Biro Pendidikan  Internasional di Janewa, Upaya internasionalisasi pendidikan dominan melalui aktivitas PBB di bawah UNESCO  dan UNICEF dan sejak tahu 1970-an yang besar pengaruhnya adalah Bank Dunia (World Bank).
Kelima, peningkatan transportasi internasional mengakibatkan terjadinya perpindahan warga negara dalam jumlah besar dari satu negara ke negara lain bahkan memungkinkan seseorang meiliki rumah hunian di negara lain.
Keenam. sangat terkait denga faktor keliama adalah pertumbuhan internasionalisasi industri, bisnis, dan periklanan serta ketergatungan  ekonomi bangsa-bangsa. Perusahaan-Perusahaan multi nasional semakin teratur dan bidang industri lebih berperan dalam berkompetisi secara global dari pada negara.
Ketujuh, keterkaitan yang kuat dengan internasionalisasi komersial dan transportasi adalah internasionalisasi polusi, Adanya kesadaran terhadap penghijauan dunia dan kesadaran yang semakin tinggi terhadap sumber daya alam, kenyatan sepertiga penduduk dunia menempati bagian utara dunia, adanya kerusakan lingkungan daratan, lautan dan atmosfer yang tidak mungkin di bebankan kepada sebuah negara melainkan tanggung jawab bersama. Sekaitan dengan semua ini, tekanan baru adalah ancaman pertumbuhan penduduk dunia  yang menjadi penyebab kemiskinan dan kerusukan lingkungan.
Kedelapan, dengan redanya pertentangan militer antara Timur dan Barat, sebagai arena pasca perang dunia dingin, maka perlombaan senjata telah berubah menjadi persaingan dalam bidang ekonomi.

HUBUNGAN ANTARA AGAMA DENGAN MORAL


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

WJS.Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak ( moral ). Dalam istilah lain ethos atau itikos selalu disebut dengan mos sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral.
Namun demikian apabila di bandingkan dalam pemakaian yang lebih luas perkataan etika di pandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah moral sering di pergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriyah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya saja.
Dalam bahasa agama islam istilah etika ini adalah merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karna akhlak bukanlah sekedar menyangkut prilaku manusia yang bersifat lahiriyah saja, akn tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian agama?
2. Apa pengertian moral?
3. Apa Hubungan antara Agama dan Moral?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuat makalah Hubungan Antara Agama Dengan Moral ini adalah :
1.      Memenuhi tugas Pendidikan Nilai dan Moral.
2.      Meningkatkan kualitas manusia yang berakhlak dan bermoral.



BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AGAMA


Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio [dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu [yang supra natural] dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia [pendiri atau pengajar utama agama] untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-luasnya] secara pribadi dan masyarakat.

Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
 Sedangkan pengertian Agama menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Anthony F.C Wallance, Agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi lewat mitos dan menggerakkan kekuatan super natural dengan maksud untuk mencapai terjadinya perubahan keadaan pada manusia dan semesta.
2. Menurut Sultan Takdir Alisyahbana, Agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan keajaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta.
3. Menurut Emile Durkheim, Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
4. Menurut Sidi Gazalba, Agama adalah kecenderungan rohani manusia yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya.
5. Menurut Parsons, Agama adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari budaya manusia.
6. Menurut A.M Saefudin, Agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat universal.

Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi [yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia]; upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus [secara pribadi dan bersama] yang ditujukan kepada Ilahi.
Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman iman Kristen mengenai Agama.

 FUNGSI, PERAN, DAN TUJUAN AGAMA
1. Fungsi Agama
=> Sumber Kehidupan untuk individu maupun kelompok
=> Hubungan menyesuaikan prosedur manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
=> Persyaratan prinsip benar atau salah.
=> Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan.
=> Pedoman merasa percaya diri adanya pedoman.
=> Memberikan Identitas kepada orang-orang berbagai umat Agama.
2. Peran Agama
=> Sebagai peningkat Etos kerja dalam kehidupan
=>Mengendalikan dan mengarahkan penggunaan teknologi untuk kepentingan manusia.
=> Sebagai rambu-rambu peraturan dalam hidup.
3. Tujuan Agama
=> Menegakkan kepercayaan manusia hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
=> Mengatur kehidupan manusia didunia, agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahteraan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
=> Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Tuhan.
=> Menyempurnakan Akhlak manusia.

B. PENGERTIAN MORAL

Moral berasal dari kata latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti adat atau cara hidup.
Moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral. Hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya,. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pendidikan moral seyogyanya sudah harus diberikan kepada manusia sedari mereka kecil. Maka orang tua berperan sangat penting dalam pembentukan moral anaknya kelak. Moral merupakan sikap yang bersifat baik yang dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dilingkungannya, maka manusia diharapkan memiliki moral karena hal tersebut penting demi berlangsungnya sosialisasi terhadap lingkungannya. Berikut beberapa manfaat moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan Pengertian Moral menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan, Moral adalah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
2. Menurut Gunorsa, Moral adalah suatu rangkaian nilai dari berbagai macam perilaku yang wajib dipatuhi.
3. Menurut Wantah, Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau berhubungan dengan kemampuan menentukan benar atau salah, baik atau buruknya tingkah laku.
4.  Menurut Sonny Keraf, Moral menjadi tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
5. Menurut Chaplin, Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, menyangkut hukum, atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.


C.HUBUNGAN AGAMA DAN MORAL
Tidak bisa disangkal, agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Setiap agama mengandung suatu ajaran moral. Ajaran moral yang terpendam dalam suatu agama dapat dipelajari secara kritis, metodis, dan sistematis dengan tetap tinggal dalam konteks agama itu.
Ajaran moral yang terkandung dalam suatu agama meliputi dua macam peraturan. Di satu pihak ada macam-macam peraturan yang kadang-kadang agak mendetail tentang makanan yang haram, puasa, ibadat, dan sebagainya. Peraturan seperti itu sering berbeda dengan agama yang berlain-lainan. Di lain pihak ada peraturan etis lebih umum yang melampaui kepentingan agama tertentu saja, seperti: jangan membunuh, jangan berdusta, jangan berzina, jangan mencuri.
Bila agama berbicara tentang topik-topik etis, pada umumnya ia berkhotbah, artinya ia berusaha memberikan motivasi serta inspirasi, supaya umatnya mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang sudah diterimanya berdasarkan iman.
Agama menjelaskan dan menunjukan nilai-nilai bagi pengalaman manusia yang sangat penting. Melalui agama, kehidupan lebih dapat dipahami dan secara pribadi lebih bermakna. Apakah system nilai dan moralitas merupakan bagian dari agama? Hal itu tergantung kepada bagaimana kita mendefinisikan. Geertz menganggap bahwa etos (seperangkat moral dan motivasi) bagian dari agama agama memfokuskan kepada sesuatu yang member makna kepada seluruh kehidupan, maka obyek yang dipuja harus menjadi sesuatu nilai yang signifikan atau sesuatu tang menjadi sumber ini. Didalam pemujaan, maka nilai sentral yang dipuja itu dikagumi, dihormati dan diyakini mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, serta diyakini mampu memberikan pertolongan dan sanksi kepada penganutnya (Djamari, 1988).
.Jika kita mempelajari sistem kepercayaan dan persoalan ibadat para penganut, maka nilai-nilai agama atau obyek yang dipuja mungkin mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi survei terhadap orang-orang amerika, bahkan orang-orang yang menganggap agama penting bagi mereka, menunjukkan bahwa agama sedikit sekali pengaruhnya terhadap idea moralitas sosial mereka. Penelitian menunjukkan bahwa 54% dari orang amerika yang menganggap agama sangat panting, tidak merasa bahwa agama berpengaruh terhadap cita-cita politik dan bisnis atau terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Orang merasakan agama sangat penting tetapi tidak tercermin dalam perilakunya (Djamari, 1988).
Nilai moral sendiri merujuk kepada nilai-nilai kemanusiaan, itu tidak serta merta berarti bahwa nilai-nilai moral yang bersumber pada agama itu dinafikan. Justru ketika dialog dilakukan, nilai-nilai agama yang dianut pasti secara tidak langsung akan melebur di sana. Orang-orang yang terlibat dalam dialog pasti akan membawa aspirasi dan nilai-nilai agama yang diimaninya. Agama dan moralitas itu tidak sama. Namun, nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan itu sebetulnya tetap saling mengandaikan, saling memperkuat, dan mengembangkan satu sama lain. Antara moralitas dan agama itu sama sekali tidak saling menafikan dan meniadakan satu sama lain.
Moral sebagai kumpulan aturan tingkah laku memiliki hubungan erat dengan agama. Dalam perilaku sehari-hari motivasi yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama.Agama, juga seperti umumnya kebudayaan merupakan upaya membangun manusia berakhlak mulia dan berbudi luhur. Akhlak dan budi inilah modal dasar sosial manusia dalam masyarakat sehingga mampu melihat masalah sosial dan memiliki kesanggupan memecahkannya. Tanggung jawab sosial semacam ini tidak sedikit yang bermuara dari sistem religi, sebagaimana agama merumuskannya. Agama merupakan sesuatu yang bersifat sosial karena representasi religius adalah representasi kolektif yang mengungkapkan realitas kolektif. Malahan keyakinan dan ritual-ritual agama merupakan ekspresi simbolis dari kenyataan sosial.Begitu juga Nottingham  menegaskan bahwa hubungan anggota kelompok agama dengan hal-hal yang sakral dalam beberapa hal erat hubungannya dengan nilai moral kelompok itu.
Moral memang tidak hanya bersumber pada agama, tetapi keanekaragaman adat kebiasaan kelompok timbul dari keanekaragaman konsepsi kelompok agama tentang Yang Sakral. Tegasnya, adat kebiasaan itu bersumber dari agama dan dalam terminologi antropologi dikenal dengan sistem religi. Agama sebagai religi adalah doktrin, karya, dan ajaran suci. Religi dalam arti leksikal sama artinya dengan agama atau kepercayaan, yaitu sistem yang terdiri atas konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan mutlak suatu umat dan upacara-upacara beserta pemuka agama yang melaksanakannya. Sistem religi ini mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan, dan Tuhan yang dijiwai oleh suasana kekerabatan. Semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan religi berdasarkan suatu getaran jiwa yang biasanya disebut emosi keagamaan, Artinya, moralitas mengimplikasikan sebuah sistem aturan praktis perilaku manusia dalam masyarakat sesuai dengan agama yang dipeluk. Dalam hal ini, moralitas merupakan teknik pengungkapan diri, memberikan bentuk konkret bagi impian-impian, dan membantu mengaktualisasikan visi melalui detail-detail yang praktis. Malahan Dasgupta menegaskan bahwa moral akan kehilangan signifikansinya, bila dipisahkan dari agama, bahkan dalam pencapaian spiritualitas. Berkat pengetahuan dan pengalaman mengenai yang ilahi terciptalah religiusitas, yaitu rasa dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali manusia dengan Tuhan. Dikatakan “hubungan” karena berkat pengalaman religius manusia menjadi tahu tentang hubungan antara dirinya dan Tuhan yang telah menciptakan dan memberikannya eksistensi. Dikatakan “ikatan” karena manusia bersedia mengikatkan diri pada Tuhan sebagai asal, penyelenggara, dan tujuan hidupnya. Begitulah agama mewujudkan harmoni kehidupan, yaitu keindahan interaksi manusa dengan sesama, alam, dan Tuhan.
Agama adalah pelembagaan religiusitas – religusitas itu kerinduan mengikatkan diri kembali kepada Tuhan. Penghayatan kesadaran terhadap ikatan kembali dengan Tuhan munculah agama dengan empat unsur pokok, yaitu dogma, doktrin atau ajaran; ibadat atau kultus; moral atau etika; dan lembaga atau organisasi. Dogma agama merumuskan hakikat Tuhan yang dikenal, dialami, dipercaya, dan kehendakNya untuk manusia dan dunia. Ritual agama menetapkan cara bagi penataan hubungan manusia dengan Tuhan, antara lain tempat dan waktu hubungan itu diadakan, serta cara dan bentuk hubungan itu diselenggarakan. Moral agama menggariskan pedoman perilaku yang sesuai atau tidak dengan pengalaman dan kepercayaan kepada Tuhan untuk mewujudkan kemuliaan bagi masyarakat dan dunia. Lembaga agama itu mengatur hubungan antara penganut agama dan hubungan mereka dengan pemimpinnya dalam rangka penghayatan dan pengalaman religiusitas secara bersama,Menurut Bertens bahwa agama merupakan sumber nilai dan norma moral yang paling penting. Agama dalam kaitannya dengan praktik sosial dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola tingkah laku yang diusahakan oleh masyarakat. Agama digunakan untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan teknologi ataupun teknik organisasi yang diketahui (Haviland dalam Kahmad.Agama dalam konteks sosial telah mengambil bagian dalam menentukan batas-batas identitas individu dan masyarakat. Agama telah mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dalam pengalaman kehidupan manusia, seperti upacara peringatan hari lahir, upacara perkawinan, dan upacara kematian. Ini berarti bahwa agama tidak hanya mengikat individu dengan Yang Ilahi, tetapi juga manusia yang satu dengan yang lainnya sehingga agama memang berimpit dengan kehidupan sosia.Malahan Wattimena  menegaskan bahwa agama merupakan satu bentuk legitimasi yang paling efektif dalam kehidupan sosial dan budaya.
Agama merupakan sesuatu yang bersifat budaya karena agama merupakan semesta simbolik yang memberikan makna pada kehidupan manusia dan penjelasan yang paling holistik tentang seluruh realitas. Agama merupakan naungan sakral yang melindungi manusia dari situasi kekacauan (chaos). Bagi penganutnya, agama berisi ajaran tentang kebenaran tertinggi (summum bonum) dan mutlak tentang eksistensi manusia serta petunjuk-petunjuk hidup selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan, beradab, dan manusiawi. Dengan demikian, agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi inti dari sistem nilai dalam suatu kebudayaan. Dalam hal ini, agama dapat menjadi pendorong dan pengontrol tindakan anggota masyarakat agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agama yang dipeluknya
Ketika pengaruh agama semakin kuat terhadap sistem nilai kebudayaan suatu masyarakat, maka sistem nilai kebudayaan itu terwujud sebagai simbol suci yang maknanya bersumber pada agama yang menjadi kerangka acuannya. Apabila agama menjadi inti dari kebudayaan suatu masyarakat, maka fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu masyarakat untuk mengenal dan menghayati sesuatu Yang Sakral. Pengalaman beragama (religious experience), yaitu penghayatan terhadap Tuhan telah menyebabkan masyarakat memiliki kesanggupan, kemampuan, dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Sang Ilahi. Penghayatan inilah yang menjadi landasan moral agama. Moral agama menggariskan pedoman perilaku yang menetapkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan pengalaman dari kepercayaan terhadap Tuhan dalam hidup pribadi, masyarakat, dan dunia.
Pedoman perilaku seperti ini dalam agama Hindu disebut Susila. Ajaran susila agama Hindu menurut Sura mencakup ajaran moral berlaku khusus bagi umat Hindu dan ajaran moral berlaku umum dalam masyarakat. Sejalan dengan hal ini, Bertens menegaskan bahwa secara umum aturan moral dalam suatu agama dapat dikelompokkan menjadi dua macam. Pertama, aturan moral yang dianut secara internal oleh pemeluk suatu agama misalnya, tentang makanan yang haram, ibadat, dan puasa. Kedua, aturan moral yang diterima oleh semua pemeluk agama, seperti jangan mencuri, jangan berdusta, jangan membunuh, dan jangan berzinah. Aturan moral kelompok pertama menekankan pada aturan moral yang unik dan khas berlaku bagi penganut agama tertentu, sedangkan kelompok kedua melampaui kepentingan suatu agama sehingga menjadi aturan moral yang berlaku umum dalam masyarakat. Dengan demikian, susila adalah landasan moral agama Hindu yang mengatur tingkah laku umat Hindu untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Agama dijelaskan sebagai ajaran, sistem yang mengatur keimanan, termasuk hubungan manusia dengan manusia maupun lingkungannya. Sementara moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima masyarakat umum tentang perbuatan, sikap, kewajiban, sampai akhlak dan budi pekerti. Kalau agama mengatur hubungan manusia, artinya moral masuk ke dalam persoalan yang diajarkan agama. Fungsi agama terpenting adalah memberikan dasar metafisika bagi tatanan moral kelompok sosial dan memperkuat ketaatan terhadap norma. Sebagaimana dinyatakan oleh Thomas O’dea bahwa dengan menunjukkan norma-norma atau aturan masyarakat sebagian bagian dari tatanan etik superempirik yang lebih besar, berarti norma atau aturamn masyarakat telah disucikan oleh agama dan kepercayaan. Karena agama dalam hal ini membantu memperkuat pelaksanaan norma dan aturan itu, bila ternyata tindakan individu bertentangan dengan keinginan atau kepentingan norma tersebut. Manusia membutuhkan jawban masalah makna, baik dalam arti orientasi kognitif terhadap dunianya maupun untuk memenuhi kebutuhan hubungan dengan Tuhannya. Agama menjawab masalah tersebut. Agama menyajikan berbagai fungsi antara lain memberikan wawasan dunia yang mengurangi kebingungan dan berusaha menafsirkan makna ketidakadilan, penderitaan dan kematian; membentuk dasar-dasar kosmik bagi nilai dan system moralitas personal maupun sosial; merupakan sumber identitas rasa keanggotaan pada suatu kelompok agama tertentu, dll (Djamari, 1988).



B. SARAN


Orang yang  memiliki moral, akhlak, jauh lebih baik daripada yang mengaku beragama tapi tak mengerti bagaimana cara berbuat baik. Jadi sebagai orang yang beragama sudah seharusnyalah kita memiliki akhlak. Karna percuma saja kita rajin beribadah tetapi perilaku kita terhadap sesama manusia tidak mencerminkan bahwa kita mempunyai moral.

NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

Istilah negara maju dan berkembang muncul setelah adanya revolusi industry di inggris (awal abad 18). Negara-negara industry yang muncul akibat dari revolusi industry disebut sebagai Negara dunia pertama (Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Dan Rusia). Kemudian menyusul Negara industry baru, yaitu Negara-negara yang menyerap perkembangan teknologi dan Negara-negara pertama yang disebut Negara dunia kedua. Negara dunia pertama dan kedua inilah yang dikenal sebagai Negara maju atau Negara industry. Sedangkan negara berkembang disebut Negara dunia ke tiga yaitu Negara-negara yang masih tergantung pada produksi agraris.
1.     Pengertian Negara Maju Dan Berkembang
a.       Negara maju adalah Negara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan atau kualitas hidup yang tinggi (atau)
Negara maju adalah yang sudah berhasil dalam pembangunannya
b.      Negara berkembang adalah Negara yang rakyatnya memiliki tingkat kesejahteraan atau kualitas hidup dalam perkembangan
2.     Ciri-ciri Negara Maju
a.      Bidang ekonomi
1)      Pendapatan Negara kebanyakan dihasilkan daari sector industry dan jasa.
2)      Pendapata perkapita Negara tinggi
3)      Tersedianya modal yang besar
4)      Sudah berhasil dalam pembangunan
b.      Bidang kependudukan dan social.
1)     Pertumbuhan penduduk rata-rata rendah.
2)     Angka kematian penduduk per tahun kecil
3)     Tingkat pendidikan penduduk rata-rata tinggi
4)     Tersedia banyak tenaga ahli
5)     Sebagian pendududk tinggal di perkotaan
3.     Permasalahan yang dihadapi Negara maju
Permasalahan yang dihadapi Negara maju tidak sebanyak permasalahan yang dihadapi oleh Negara berkembang, di antaranya:
a.       Sebagian besar Negara maju memiliki keterbasan SDA
b.      Kurangnya jumlah tenaga kerja
c.       Adanya pencemaran lingkungan
4.     Ciri-ciri Negara Berkembang
a.       Bidang ekonomi
1)      Pendapatan per kapita Negara umumnya rendah
2)      Mata pencaharian penduduk umumnya di bidang pertanian
3)      Modal yang tersedia kecil
4)      Negara sedang giat giatnya membangun
5)      Barang barang industry diperoleh secara impor
b.      Bidang kependudukan dan social
1)      Pertumbuhan penduduk rata-rata tinggi
2)      Angka kematian penduduk rata-rata tinggi
3)      Tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan rendah
4)      Tenaga ahli yang tersedia sedikit
5)      Sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan

WARGANEGARA INDONESIA, HAK DAN KEWAJIBAN WARGANEGARA INDONESIA, DAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA

Warganegara Indonesia
A.     Siapa warganegara Indonesia
               Perihal tentang siapa saja yang menjadi warganegara Indonesia, Negara Indonesia juga           telah menentukannya. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut;
(1)      Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara.
(2)      Penduduk ialah warganegara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3)      Hal-hal mengenai warganegara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

             Berdasarkan hal di atas, kita mengetahui bahwa orang yang dapat menjadi warganegara Indonesia adalah;
a.          Orang-orang bangsa Indonesia asli
b.         Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara
Warga Negara Indonesia
Penentuan warga Negara Indonesia

         Siapa saja yang dapat menjadi warga negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan.
Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis . Ius artinya hukum atau dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
-Asas Ius Soli
Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.
-Asas Ius Sanguinis
Asas yang mennyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
       Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupa asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat :
1. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
2. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaaraan suami atau istri. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraan. Jadi mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya ketika belum berkeluarga.

         Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut negara tersebut. Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu negara tidak terikat oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara lain juga tidak boleh menentukan siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu negara.
Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara ringkas problem kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride. Appatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap dua). Bahkan dapat muncul multipatride yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan yang banyak (lebih dari 2)Warga Negara Indonesia.

        Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara . ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut :
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara.
2. Penduduk ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
Beradasarkan hal diatas , kita mengetahui bahwa orang yang dapat menjadi warga negara Indonesia adalah :
a. Orang-orang bangsa Indonesia asli
b. Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi warga negara
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

       Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan . Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Telah berusia 18(delapan belas) tahun atau sudah kawin
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima)tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun
6. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap
8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Asas-asas yang dipakai dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia meliputi :
- Asas Ius Sanguinis, yiatu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarakan keturunan bukan negara tempat kelahiran
- Asas Ius Soli scera terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan berdasarakan negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
- Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang
- Asas kewaraganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.





















HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
        Peran atau peranan dari warga Negara itu tercermin secara ekspelisit pada sejumlah hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. Warga Negara memiliki sejumlah hak dan kewajiban pada Negara. Peraturan akan hak dan kewajiban ini umumnya dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan Negara. Pada tingkat tertinggi,jaminan akan hak dan kewajiban warga Negara tertuang dalam konstitusi Negara atau undang-undang dasar Negara . oleh karena itu hak dan kewajiban warga Negara ditiap negar akan berbeda-beda sesuai dengan peraturan yang ada dalam undang-undang dasar Negara maupun dalam peraturan perundangan dibawahnya.diindonesia peraturan mengenai warga Negara dan perihal hak dan kewajiban warga Negara tertuang pada pasal 26 sampai 34 UUD 1945.
            Pasal 26 menyatakan tentang siapakah warga Negara Indonesia dan siapakah yang termasuk penduduk Indonesia. Jadi pasal 26 UUD 1945 ini merupankan tentang ketentuan formal Negara Indonesia mengenai warga negaranya. Isi formal kewarganegaraan Indonesia ini selanjutnya ditunagankan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih lanjut yaitu undanf-undang  tentang kewarganegaraan. Sedangkan pada pasal 27 sampai 34 berisi tentang ketentuan material mengenai kewarganegaraan Indonesia yaitu tentang hak dan kewajiban warganegara.  Isi material warganegaraan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam pasal 27 sampai 34 UUD 1945 hanya berisi ketentuan-ketentuan dasar atau garis-garis besar perihal hak dan kewaiban warganegara. oleh karna itu Kewajiban warga Negara dalam berbagai bidang nantinya juga termuat dalam berbagai undang-undang sebagai peraturan pelaksana.
B.     HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN UUD 45
Menurut Prof. Dr. Notonagoro:
            Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya..
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
HAK DAN KEWAAJIBAN WARGA NEGARA :
1.  Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).
2.  Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
Hak Warga Negara Indonesia :
–   Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
–   Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
–   Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
–   Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”
–   Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
–   Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
–   Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
–   Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga Negara Indonesia  :
–   Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
–   Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
–   Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
–   Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
–   Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :
1.  Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
2.  Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3.  Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4.  Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
Marilah kita pahami lebih dalam tentang siapa yang disebut warga negara Indonesia. Pasal 4 dan 5 UU.RI No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa warga negara adalah :
  1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
  2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
  3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
  4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
  5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
  6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
  7. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
  8. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atan belum kawin;
  9. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
  10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
  11. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
  12. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
  13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
  14. Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Hubungan warganegara dengan Negara
             Hak dan kewajiban warganegara muncul sebagai akibat adanya hubungan warganegara dengan Negara. Hubungan antara warganegara dengan Negara dapat dilihat dari perspektif hukum, politik, kesusilaan dan kebudayaan (Chilisin. 2007). Dari perpektif hukum didasarkan konsepsi bahwa warganegara adalah seluruh individu yang memiliki ikatan hukum dengan suatu Negara. Hubungan yang bersifat hukum dibedakan menjadi dua bagian;
(a)    Hubungan hukum yang sederajat dan tidak sederajat
(b)   Hubungan timbale balik

Hubungan hukum warganegara dengan negara yang baik adalah hubungan hukum yang sederajat dan timbal balik. Antara warganegara dengan Negara sesungguhnya tidak ada perbedaan kedudukan tinggi atau rendah. Baik warga Negara dan Negara memilik kedudukan yang sama dan sederajat. Hubungan timbal balik artinya hak dan kewajiban yang muncul dari warga Negara maupun Negara bersifat timbal balik. Apa yang menjadi hak warga Negara merupakan kewajiban yang harus dipenuhi Negara. Apa yang menjadi kewajiban warga Negara mrupakan hak Negara. Dengan posisi yang sederajat dan timbal balik maka antar keduanya dapat aja saling menggugat maka hak dan kewajiban yang timbul dari keduanya diabaikan. Warga Negara dapat menggugat pemerintah Negara itu jika hak haknya tidak dipenuhi, sebaliknya pula Negara dapat menuntut warga Negara untuk memenuhi kewajibannya.
Dalam hubungan hukum yang tidak sederajat dan timpang-timpang, dapat terjadi Negara berkuasa atas rakyatnya atau warga Negara atau dapat pula warga negra berada diatas Negara dalam hal Negara berkuasa atas rakyat maka atas muncul hegemoni Negara terhadap warga Negara.
Bentuk hubungan politik warga Negara dengan  Negara pada dasarnya adalah keinginan warga Negara mempengaruhi pemerintah Negara agar kepentingannya berupa nilai-nilai politik dipenuhi oleh Negara.

 

C.Warga Negara indonesia

Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik  tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.


Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
  1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
  2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
  3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
  4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
  5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
  6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
  7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
  8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
  9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
  10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
  11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
  12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
  1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
  2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
  3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
  4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
  1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
  2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).