BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
WJS.Poerwadarminta
dalam kamus umum bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah
ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak ( moral ). Dalam istilah lain ethos
atau itikos selalu disebut dengan mos sehingga dari perkataan tersebut lahirlah
moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral.
Namun
demikian apabila di bandingkan dalam pemakaian yang lebih luas perkataan etika
di pandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah
moral sering di pergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriyah seseorang
yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya saja.
Dalam
bahasa agama islam istilah etika ini adalah merupakan bagian dari akhlak.
Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karna akhlak bukanlah sekedar menyangkut
prilaku manusia yang bersifat lahiriyah saja, akn tetapi mencakup hal-hal yang
lebih luas.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian agama?
2.
Apa pengertian moral?
3. Apa Hubungan antara Agama dan Moral?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuat makalah Hubungan Antara
Agama Dengan Moral ini
adalah :
1. Memenuhi tugas Pendidikan Nilai dan Moral.
2. Meningkatkan kualitas manusia yang berakhlak dan
bermoral.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AGAMA
Agama
[Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya
keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio
[dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan
saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau
memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari
sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam
diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu [yang supra natural]
dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan suatu
sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia
[pendiri atau pengajar utama agama] untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem
sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata yang langsung
datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan kata-kata tersebut
mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau
memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-luasnya] secara pribadi dan
masyarakat.
Dari
sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia
membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta
peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi [misalnya
nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur
kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan,
pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang
sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara
penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai
dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
Sedangkan pengertian Agama menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
1. Menurut
Anthony F.C Wallance, Agama sebagai seperangkat upacara yang diberi
rasionalisasi lewat mitos dan menggerakkan kekuatan super natural dengan maksud
untuk mencapai terjadinya perubahan keadaan pada manusia dan semesta.
2. Menurut
Sultan Takdir Alisyahbana, Agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan
manusia dengan rahasia kekuasaan dan keajaiban yang tiada terhingga luasnya,
dan dengan demikian memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta.
3. Menurut
Emile Durkheim, Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
4. Menurut Sidi
Gazalba, Agama adalah kecenderungan rohani manusia yang berhubungan dengan alam
semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari
semuanya.
5. Menurut
Parsons, Agama adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari budaya
manusia.
6. Menurut A.M
Saefudin, Agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat
universal.
Jadi, secara umum, agama adalah
upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi [yang dipercayai dapat memberi
keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia]; upaya
tersebut dilakukan dengan berbagai ritus [secara pribadi dan bersama] yang
ditujukan kepada Ilahi.
Secara khusus, agama adalah
tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya,
manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan
berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari
manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman
iman Kristen mengenai Agama.
FUNGSI, PERAN, DAN
TUJUAN AGAMA
1. Fungsi Agama
=> Sumber Kehidupan untuk individu maupun kelompok
=> Hubungan
menyesuaikan prosedur manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
=>
Persyaratan prinsip benar atau salah.
=> Pedoman
mengungkapkan rasa kebersamaan.
=> Pedoman
merasa percaya diri adanya pedoman.
=> Memberikan Identitas kepada orang-orang berbagai
umat Agama.
2. Peran Agama
=> Sebagai peningkat Etos kerja dalam kehidupan
=>Mengendalikan
dan mengarahkan penggunaan teknologi untuk kepentingan manusia.
=> Sebagai rambu-rambu peraturan dalam hidup.
3. Tujuan Agama
=> Menegakkan kepercayaan manusia hanya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
=> Mengatur
kehidupan manusia didunia, agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat
mencapai kesejahteraan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
=> Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan
hanya kepada Tuhan.
=> Menyempurnakan Akhlak manusia.
B.
PENGERTIAN MORAL
Moral
berasal dari kata latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti
adat atau cara hidup.
Moralitas
(dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
moral. Hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatu
perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya,. Moralitas
adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik
dan buruk.
Pendidikan moral
seyogyanya sudah harus diberikan kepada manusia sedari mereka kecil. Maka orang
tua berperan sangat penting dalam pembentukan moral anaknya kelak. Moral
merupakan sikap yang bersifat baik yang dapat diterima oleh masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai yang berlaku dilingkungannya, maka manusia diharapkan
memiliki moral karena hal tersebut penting demi berlangsungnya sosialisasi
terhadap lingkungannya. Berikut beberapa manfaat moral dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sedangkan Pengertian Moral menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan, Moral adalah
suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang
mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
2. Menurut Gunorsa, Moral adalah suatu rangkaian nilai
dari berbagai macam perilaku yang wajib dipatuhi.
3. Menurut Wantah, Moral adalah sesuatu yang berkaitan
atau berhubungan dengan kemampuan menentukan benar atau salah, baik atau
buruknya tingkah laku.
4. Menurut Sonny
Keraf, Moral menjadi tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik
buruknya tindakan manusia sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi
tertentu.
5. Menurut Chaplin, Moral mengacu pada akhlak yang sesuai
dengan peraturan sosial, menyangkut hukum, atau adat kebiasaan yang mengatur
tingkah laku.
C.HUBUNGAN AGAMA DAN MORAL
Tidak
bisa disangkal, agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Setiap agama
mengandung suatu ajaran moral. Ajaran moral yang terpendam dalam suatu agama
dapat dipelajari secara kritis, metodis, dan sistematis dengan tetap tinggal
dalam konteks agama itu.
Ajaran
moral yang terkandung dalam suatu agama meliputi dua macam peraturan. Di satu
pihak ada macam-macam peraturan yang kadang-kadang agak mendetail tentang
makanan yang haram, puasa, ibadat, dan sebagainya. Peraturan seperti itu sering
berbeda dengan agama yang berlain-lainan. Di lain pihak ada peraturan etis
lebih umum yang melampaui kepentingan agama tertentu saja, seperti: jangan
membunuh, jangan berdusta, jangan berzina, jangan mencuri.
Bila
agama berbicara tentang topik-topik etis, pada umumnya ia berkhotbah, artinya
ia berusaha memberikan motivasi serta inspirasi, supaya umatnya mematuhi
nilai-nilai dan norma-norma yang sudah diterimanya berdasarkan iman.
Agama
menjelaskan dan menunjukan nilai-nilai bagi pengalaman manusia yang sangat
penting. Melalui agama, kehidupan lebih dapat dipahami dan secara pribadi lebih
bermakna. Apakah system nilai dan moralitas merupakan bagian dari agama? Hal
itu tergantung kepada bagaimana kita mendefinisikan. Geertz menganggap bahwa
etos (seperangkat moral dan motivasi) bagian dari agama agama memfokuskan
kepada sesuatu yang member makna kepada seluruh kehidupan, maka obyek yang
dipuja harus menjadi sesuatu nilai yang signifikan atau sesuatu tang menjadi
sumber ini. Didalam pemujaan, maka nilai sentral yang dipuja itu dikagumi,
dihormati dan diyakini mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, serta diyakini mampu
memberikan pertolongan dan sanksi kepada penganutnya (Djamari, 1988).
.Jika
kita mempelajari sistem kepercayaan dan persoalan ibadat para penganut, maka
nilai-nilai agama atau obyek yang dipuja mungkin mempengaruhi perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi survei terhadap orang-orang amerika, bahkan
orang-orang yang menganggap agama penting bagi mereka, menunjukkan bahwa agama
sedikit sekali pengaruhnya terhadap idea moralitas sosial mereka. Penelitian
menunjukkan bahwa 54% dari orang amerika yang menganggap agama sangat panting,
tidak merasa bahwa agama berpengaruh terhadap cita-cita politik dan bisnis atau
terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Orang merasakan agama sangat penting
tetapi tidak tercermin dalam perilakunya (Djamari, 1988).
Nilai moral sendiri merujuk kepada
nilai-nilai kemanusiaan, itu tidak serta merta berarti bahwa nilai-nilai moral
yang bersumber pada agama itu dinafikan. Justru ketika dialog dilakukan,
nilai-nilai agama yang dianut pasti secara tidak langsung akan melebur di sana.
Orang-orang yang terlibat dalam dialog pasti akan membawa aspirasi dan
nilai-nilai agama yang diimaninya. Agama dan moralitas itu tidak sama. Namun,
nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan itu sebetulnya tetap saling
mengandaikan, saling memperkuat, dan mengembangkan satu sama lain. Antara
moralitas dan agama itu sama sekali tidak saling menafikan dan meniadakan satu
sama lain.
Moral
sebagai kumpulan aturan tingkah laku memiliki hubungan erat dengan agama. Dalam
perilaku sehari-hari motivasi yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral
adalah agama.Agama, juga seperti umumnya kebudayaan merupakan upaya membangun
manusia berakhlak mulia dan berbudi luhur. Akhlak dan budi inilah modal dasar
sosial manusia dalam masyarakat sehingga mampu melihat masalah sosial dan
memiliki kesanggupan memecahkannya. Tanggung jawab sosial semacam ini tidak
sedikit yang bermuara dari sistem religi, sebagaimana agama merumuskannya.
Agama merupakan sesuatu yang bersifat sosial karena representasi religius
adalah representasi kolektif yang mengungkapkan realitas kolektif. Malahan
keyakinan dan ritual-ritual agama merupakan ekspresi simbolis dari kenyataan
sosial.Begitu juga Nottingham menegaskan
bahwa hubungan anggota kelompok agama dengan hal-hal yang sakral dalam beberapa
hal erat hubungannya dengan nilai moral kelompok itu.
Moral
memang tidak hanya bersumber pada agama, tetapi keanekaragaman adat kebiasaan
kelompok timbul dari keanekaragaman konsepsi kelompok agama tentang Yang
Sakral. Tegasnya, adat kebiasaan itu bersumber dari agama dan dalam terminologi
antropologi dikenal dengan sistem religi. Agama sebagai religi adalah doktrin,
karya, dan ajaran suci. Religi dalam arti leksikal sama artinya dengan agama
atau kepercayaan, yaitu sistem yang terdiri atas konsep-konsep yang dipercaya
dan menjadi keyakinan mutlak suatu umat dan upacara-upacara beserta pemuka
agama yang melaksanakannya. Sistem religi ini mengatur hubungan manusia dengan
sesama, lingkungan, dan Tuhan yang dijiwai oleh suasana kekerabatan. Semua
aktivitas manusia yang berkaitan dengan religi berdasarkan suatu getaran jiwa
yang biasanya disebut emosi keagamaan, Artinya, moralitas mengimplikasikan sebuah
sistem aturan praktis perilaku manusia dalam masyarakat sesuai dengan agama
yang dipeluk. Dalam hal ini, moralitas merupakan teknik pengungkapan diri,
memberikan bentuk konkret bagi impian-impian, dan membantu mengaktualisasikan
visi melalui detail-detail yang praktis. Malahan Dasgupta menegaskan bahwa
moral akan kehilangan signifikansinya, bila dipisahkan dari agama, bahkan dalam
pencapaian spiritualitas. Berkat pengetahuan dan pengalaman mengenai yang ilahi
terciptalah religiusitas, yaitu rasa dan kesadaran akan hubungan dan ikatan
kembali manusia dengan Tuhan. Dikatakan “hubungan” karena berkat pengalaman
religius manusia menjadi tahu tentang hubungan antara dirinya dan Tuhan yang
telah menciptakan dan memberikannya eksistensi. Dikatakan “ikatan” karena
manusia bersedia mengikatkan diri pada Tuhan sebagai asal, penyelenggara, dan
tujuan hidupnya. Begitulah agama mewujudkan harmoni kehidupan, yaitu keindahan
interaksi manusa dengan sesama, alam, dan Tuhan.
Agama
adalah pelembagaan religiusitas – religusitas itu kerinduan mengikatkan diri
kembali kepada Tuhan. Penghayatan kesadaran terhadap ikatan kembali dengan
Tuhan munculah agama dengan empat unsur pokok, yaitu dogma, doktrin atau
ajaran; ibadat atau kultus; moral atau etika; dan lembaga atau organisasi.
Dogma agama merumuskan hakikat Tuhan yang dikenal, dialami, dipercaya, dan
kehendakNya untuk manusia dan dunia. Ritual agama menetapkan cara bagi penataan
hubungan manusia dengan Tuhan, antara lain tempat dan waktu hubungan itu
diadakan, serta cara dan bentuk hubungan itu diselenggarakan. Moral agama
menggariskan pedoman perilaku yang sesuai atau tidak dengan pengalaman dan
kepercayaan kepada Tuhan untuk mewujudkan kemuliaan bagi masyarakat dan dunia.
Lembaga agama itu mengatur hubungan antara penganut agama dan hubungan mereka
dengan pemimpinnya dalam rangka penghayatan dan pengalaman religiusitas secara
bersama,Menurut Bertens bahwa agama merupakan sumber nilai dan norma moral yang
paling penting. Agama dalam kaitannya dengan praktik sosial dapat dipandang
sebagai kepercayaan dan pola tingkah laku yang diusahakan oleh masyarakat.
Agama digunakan untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan
dengan teknologi ataupun teknik organisasi yang diketahui (Haviland dalam
Kahmad.Agama dalam konteks sosial telah mengambil bagian dalam menentukan
batas-batas identitas individu dan masyarakat. Agama telah mengambil bagian
pada saat-saat yang paling penting dalam pengalaman kehidupan manusia, seperti
upacara peringatan hari lahir, upacara perkawinan, dan upacara kematian. Ini
berarti bahwa agama tidak hanya mengikat individu dengan Yang Ilahi, tetapi
juga manusia yang satu dengan yang lainnya sehingga agama memang berimpit
dengan kehidupan sosia.Malahan Wattimena
menegaskan bahwa agama merupakan satu bentuk legitimasi yang paling
efektif dalam kehidupan sosial dan budaya.
Agama
merupakan sesuatu yang bersifat budaya karena agama merupakan semesta simbolik
yang memberikan makna pada kehidupan manusia dan penjelasan yang paling
holistik tentang seluruh realitas. Agama merupakan naungan sakral yang
melindungi manusia dari situasi kekacauan (chaos). Bagi penganutnya, agama
berisi ajaran tentang kebenaran tertinggi (summum bonum) dan mutlak tentang
eksistensi manusia serta petunjuk-petunjuk hidup selamat di dunia dan akhirat,
yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan, beradab, dan manusiawi.
Dengan demikian, agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi inti dari sistem
nilai dalam suatu kebudayaan. Dalam hal ini, agama dapat menjadi pendorong dan
pengontrol tindakan anggota masyarakat agar tetap sesuai dengan nilai-nilai
kebudayaan dan ajaran agama yang dipeluknya
Ketika
pengaruh agama semakin kuat terhadap sistem nilai kebudayaan suatu masyarakat,
maka sistem nilai kebudayaan itu terwujud sebagai simbol suci yang maknanya
bersumber pada agama yang menjadi kerangka acuannya. Apabila agama menjadi inti
dari kebudayaan suatu masyarakat, maka fungsi dasar agama adalah memberikan
orientasi, motivasi, dan membantu masyarakat untuk mengenal dan menghayati sesuatu
Yang Sakral. Pengalaman beragama (religious experience), yaitu penghayatan
terhadap Tuhan telah menyebabkan masyarakat memiliki kesanggupan, kemampuan,
dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Sang Ilahi.
Penghayatan inilah yang menjadi landasan moral agama. Moral agama menggariskan
pedoman perilaku yang menetapkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan
pengalaman dari kepercayaan terhadap Tuhan dalam hidup pribadi, masyarakat, dan
dunia.
Pedoman perilaku seperti ini dalam agama Hindu disebut Susila. Ajaran susila
agama Hindu menurut Sura mencakup ajaran moral berlaku khusus bagi umat Hindu
dan ajaran moral berlaku umum dalam masyarakat. Sejalan dengan hal ini, Bertens
menegaskan bahwa secara umum aturan moral dalam suatu agama dapat dikelompokkan
menjadi dua macam. Pertama, aturan moral yang dianut secara internal oleh
pemeluk suatu agama misalnya, tentang makanan yang haram, ibadat, dan puasa.
Kedua, aturan moral yang diterima oleh semua pemeluk agama, seperti jangan
mencuri, jangan berdusta, jangan membunuh, dan jangan berzinah. Aturan moral
kelompok pertama menekankan pada aturan moral yang unik dan khas berlaku bagi
penganut agama tertentu, sedangkan kelompok kedua melampaui kepentingan suatu
agama sehingga menjadi aturan moral yang berlaku umum dalam masyarakat. Dengan
demikian, susila adalah landasan moral agama Hindu yang mengatur tingkah laku
umat Hindu untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Agama
dijelaskan sebagai ajaran, sistem yang mengatur keimanan, termasuk hubungan
manusia dengan manusia maupun lingkungannya. Sementara moral adalah ajaran
tentang baik-buruk yang diterima masyarakat umum tentang perbuatan, sikap,
kewajiban, sampai akhlak dan budi pekerti. Kalau agama mengatur hubungan
manusia, artinya moral masuk ke dalam persoalan yang diajarkan agama. Fungsi
agama terpenting adalah memberikan dasar metafisika bagi tatanan moral kelompok
sosial dan memperkuat ketaatan terhadap norma. Sebagaimana dinyatakan oleh
Thomas O’dea bahwa dengan menunjukkan norma-norma atau aturan masyarakat
sebagian bagian dari tatanan etik superempirik yang lebih besar, berarti norma
atau aturamn masyarakat telah disucikan oleh agama dan kepercayaan. Karena
agama dalam hal ini membantu memperkuat pelaksanaan norma dan aturan itu, bila
ternyata tindakan individu bertentangan dengan keinginan atau kepentingan norma
tersebut. Manusia membutuhkan jawban masalah makna, baik dalam arti orientasi
kognitif terhadap dunianya maupun untuk memenuhi kebutuhan hubungan dengan
Tuhannya. Agama menjawab masalah tersebut. Agama menyajikan berbagai fungsi
antara lain memberikan wawasan dunia yang mengurangi kebingungan dan berusaha
menafsirkan makna ketidakadilan, penderitaan dan kematian; membentuk
dasar-dasar kosmik bagi nilai dan system moralitas personal maupun sosial;
merupakan sumber identitas rasa keanggotaan pada suatu kelompok agama tertentu,
dll (Djamari, 1988).
B. SARAN
Orang
yang memiliki moral, akhlak, jauh lebih baik daripada yang mengaku
beragama tapi tak mengerti bagaimana cara berbuat baik. Jadi sebagai orang yang
beragama sudah seharusnyalah kita
memiliki akhlak. Karna percuma saja kita rajin beribadah tetapi perilaku kita
terhadap sesama manusia tidak mencerminkan bahwa kita mempunyai moral.